Makalah Khawarij Dan Murji'ah
Dalam Islam sebenarnya terdapat lebih dari satu aliran teologi. Ada aliran yang bersifat keras, ada yang bersifat lunak dan ada pula yang bersifat tengah-tengah antara keras dan lunak. Ada yang terkesan rasional ada juga yang bercorak fatalistik, dan lain-lain. Adapun beberapa aliran teologi dalam Islam, yaitu aliran Khawarij, aliran Murji’ah, aliran Qadariyah dan aliran Jabariyah, mu'tazila, serta ahlusunnah wal jama'ah yang akan kami sajikan dalam makalah ini.
Makalah Aliran Khawarij dan Murji'ah
A.
Pendahuluan
[10] Abdul rozakdan rosihan anwar, ilmu kalam, cv pustaka setia,
bandung 2001. Hal. 52
1.
Latar belakang
Setiap orang
yang ingin mengetahui seluk beluk agamanya secara mendalam, perlu mempelajari
teologi yang terdapat dalam agamanya. Mempelajari teologi akan memberikan
kepada seseorang keyakinan yang didasarkan pada landasan yang kuat, yang tidak
mudah diombang-ambingkan oleh perubahan zaman. Teologi dalam Islam dikenal
dengan nama “Ilmu Tauhid”. Dinamakan demikian karena dalam Islam keyakinan
tentang ke-Maha Esaan Tuhan adalah termasuk ajaran yang sangat penting. Teologi
Islam disebut juga “Ilmu Kalam”. Dinamakan demikian, karena masalah “kalam”
atau firman Tuhan, yaitu Al-Quran, pernah menjadi polemik yang menimbulkan
pertentangan-pertentangan keras dikalangan umat Islam, terutama dalam abad 9
sampai 10 Masehi yang membawa kepada pembunuhan-pembunuhan terhadap sesama
muslim pada waktu itu.
Dalam Islam
sebenarnya terdapat lebih dari satu aliran teologi. Ada aliran yang bersifat
liberal, ada yang bersifat radisional dan ada pula yang bersifat tengah-tengah
antara liberal dan tradisional. Hal ini mungkin ada hikmahnya. Orang yang
bersifat tradisional dalam pemikirannya, mungkin lebih sesuai dan dapat
menerima paham-paham dari ajaran teologi tradisional. Sedangkan orang yang
bersifat liberal dalam pemikirannya, mungkin lebih sesuai dan dapat menerima
paham-paham dari ajaran teologi liberal. Dalam soal paham jabariyah (fatalism)
dan paham qadariyah (free will) misalnya, orang yang bersifat liberal dalam
pemukimannya, tentu tidak dapat menerima paham jabariyah (fatalisme). Baginya
paham qadariyah (free will) yang terdapat dalam ajaran teologi liberalisme yang
lebih sesuai dengan jiwa dan pemikirannya. Begitu pula sebaliknya. Adapun
beberapa aliran teologi dalam Islam, yaitu aliran Khawarij, aliran Murji’ah,
aliran Qadariyah dan aliran Jabariyah.
Dalam
upaya kafir mengkafirkan, terdapat suatu golongan yang menolak ajaran kaum
Khawarij yang mengkafirkan orang mukmin yang melakukan dosa besar. Sehingga
mereka membentuk sautu golongan yang menolak ajaran pengkafiran tersebut,
golongan ini disebut dengan golangan Murji’ah.
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa persoalan
kalam yang pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang
bukan kafir, dalam arti siapa yang telah keluar dari islam dan siapa yang masih
tetap dalam islam. Persoalan ini kemudian menjadi perbincangan
aliran-aliran kalam yang konotasinya yang lebih umum, yakni status pelaku dosa
besar. Karena berpikir yang digunakan tiap-tiap aliran ternyata mewarnai
pandangan mereka tentang status pelaku dosa besar.
2.
Rumusan masalah
Dari
latar belakang diatas dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut;
a.
Jelaskan awal munculnya
khawarij dan murji’ah.
b.
Jelaskan sekte-seekte khawarij dan
murji’ah.
c.
Bagaimana doktrin aliran khawarij dan murji’ah?
3.
Tujuan
Makalah
ini bertujuan untuk
a.
Mengetahui awal munculnya
khawarij dan murji’ah.
b.
Ingin mengetahui sekte-seekte aliran
khawarij dan murji’ah
c.
Mengetahui doktrin aliran khawarij dan murji’ah
B.
Pembahasan
1. Aliran khawarij dan murji’ah
a. Aliran khawarij
Secara etimologis kata khawri’j berasal
dari bahasa Arab, yaitu kharaja yang berarti keluar, muncul,
timbul, atau memberontak. Berdasarkan pengertian etimologi khawarij berarti
setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan umat islam. Kelompok ini bisa
disebut khawarij atau kharijiyah.
Sedangkan yang dimaksud
khawarij dalam terminology ilmu kalam adalah suatu sekte/kelompok/aliran
pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena
ketidaksepakatan terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase
(tahkim), dalam perang Siffin pada tahun 37 H/ 648 M, dengan kelompok
bughat (pemberontak) Muawiyah bin Abi Sofyan perihal persengketaan khilafah.[1]
Nama khawarij diberikan
pada mereka karena mereka keluar dari barisan Ali. Tetapi ada pula yang
mengatakan bahwa pemberian ayat itu berdasarkan ayat 100 dari surat an-nisa’,
yang didalamnya disebutkan: “keluar dari rumah dan lari kepada Allah dan
rasul-Nya”. Dengan demikian kaum khawarij memangdang diri mereka sebagai orang
yang meninggalkan rumah dari kampong halamannya untuk mengabdikan diri kepada
Allah da Rasulnya.[2]
Ali bin Abi
tholib(w. 661 M) diangkat menjadi khalifah setelah amirul mu’minin ustman bin
afan dibunuh oleh kaum pemberontak. Untuk mengembalikan stabilitas keamanan,
Ali bin Abi tholib melakukan berbagai langkah perbaikan, diantaranya merombak
para pejabat dengan mengangkat gubernur baru dan memberhentikan gubernur lama.
Diantara gubernur yang diberhentikan ali bin abi tholib adalah mu’awiyah bin
abi sufyan. Mu’awiyah menolak untuk diberhentikan, sebelum para pemberontak
yang terlibat dalam pembunuhan atas diri ustman bin afan diutus, diadili dan
dijatuhi hukuman yang pantas. Sementara amirul mu’minin ali bin abi tholib
berpendapat, tanpa adanya stabilitas keamanan dan politik, adalah mustahil
mengusut, mengadili dan menjatuhkan sangsi kepada para pemberontak.[3]
Perselisihan
sahabat Ali bin abi tholib dengan mu’awiyah bin abi sufyan memuncak dengan
terjadinya perang sifhin dan perundingan (at-tahkim) di Daumatul jandal, antara
pasukan ali bin abi tholib selaku amirul mu’minin dan pasukan muawiyah bin abi
sufyan selaku mantan gubernur syam. Pertempuran antara dua pasukan besar kaum
muslimin initerjadi akibat perbedaan ijtihad antara pemimpin mereka.
Pertempuran ini terjadi di daerah siffhin yang berlangsung selama beberapa hari
dan mengakibatkan jatuhnya ribuan pasukan muslimin dari kedua belah pihak yang
terbunuh dan luka-luka. Namun akhirnya pertempuran ini berahir dengan damai.
Dari
perundingan damai itu, sebagian pengikut Ali keluar dari barisan ali karena ali
dianggap telah bersikap salah karena tidak bertindak tegas pada pemberontak
seperti mu’awiyah. Kebencian mereka tidak hanya tertuju kepada ali saja namun
mereka juga sangat membenci mu’awiyah karena telah memberontak kepada khalifah
yang syah. Mereka menganggap ali dan mu’awiyah telah kafir, karena mencari pemecahan masalah
kepada manusia ( yaitu abu musa al-as’ari dan amru bin asy). Padahal mereka
menganggap segalah permasalahan harus diserahkan kepada allah semata.[4]
Sebagaimana finman-Nya:
4 `tBur
óO©9 Oä3øts†
!$yJÎ/ tAt“Rr&
ª!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbrãÏÿ»s3ø9$# ÇÍÍÈ
Artinya “Barang
siaapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan allah, maka mereka itu
adalah orang-orang yang kafir” (Q.S. Al-maidah :44)
4..... ÈbÎ) ãNõ3ßÛø9$# žwÎ) ¬! 4 ........ ÇÍÉÈ
“Keputusan
itu hanyalah kepunyaan Allah.” (Q.S. yusuf :40)
Golongan
mereka inilah yang kemudia dalam sejarah disebut dengan aliran khawarij. Pada
saat mereka keluar dari barisan Ali
mereka langsung meluncur ke daerah harurah itulah sebabnya mereka disebut juga
dengan nama haruriyah.[5] Kadang-kadang mereka disebut dengan syurah dan al- mariqah. Mereka
sampai di harura dengan dibawah arahan abdullah Al-kaiwa. Disinilah mereka
melanjutkan beberapa perlawanannya kepada kelompok Ali dan Mu’awiyah, mereka
mengangkat seorang pemimpin yang bernama abdullah bin sahab Ar-Rasyibi.
Setelah Ali
meninggal dunia kegiatan aliran ini semakin merajalela, mereka selalu
melibatkan diri diberbagai fitnah, terutama pada masa kekhalifahan mu’awiyah.[6]
Akan tetapi
mereka tidak berani memuculkan diri kepermukaan karena mereka sadar tidak akan
bisa bertempur dengan tentara mu’awiyah yang sudah terlatih dan mahir menunggang
kuda.
Khawarij
memandang semua pelaku dosa besar akan kekal di neraka. Semua yang terlibat
dalam arbitase adalah pelaku dosa besar. Bahkaan mereka menganggap semua orang
yang berbeda dengan mereka adalah kafir, termasuk golongan mereka sendiri yang
tidak mau hijrah ke daerah yang sedag mereka duduki.
Pandangan
yang berbeda dikemukakan subsekte an-najdat. Mereka menganggap orang yang berdosa
besar dan kekal di neraka hanyalah orang-orang yang tidak bergabung dengan
aliran ini, tetapi bagi anggota mereka sendiri tidak akan kekal di neraka jika
melakukan dosa besar, pada akhirnya pelaku dosa besar akan masuk surga. Subsekte
as-sufuriah membagi dosa besar menjadi dua yaitu golongan dosa besar yang ada
sangsinya didunia seperti membunuh tanpa alasan, berzina, dan dosa besar yang
tidak ada sangsinya di dunia seperti meninggalkan sholat, tidak puasa. Sub-sekte ini
menganggap jika seorang melakukan dosa besar kategori yang pertama maka tidak
ada hukum kafir bagi mereka tapi jika ada orang yang melakukan dosa
besar kategori yang kedua maka mereka adalah orang-orang kafir.
b. Aliran Murji’ah
Nama
murji’ah diambil darikata irja atau arja’a yang bermakna penundaan,
penangguhan dan pengharapan. Kata arja’a mengandung pula arti member harapan, yakni
member harapan keada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat
allah. Oleh karena itu murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan
kedudukan seseorang seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan mu’awiyah serta
pasukanya masing-masing, ke hari kiamat kelak.
Dalam
memutuskan pertikaian yang dilakukan kelompok ali dan mu’awiyah terdapat
golongan yang keluar dan ada juga yang tetap membela ali, orang-rang yang keluar
dari barisan ali menganggap ali melakukan kesalahan karna tidak menindak mu’awiyah
secara tegas. Kelompok ke-dua adalah golongan yang tidak ikut campur dalam
memutuskan siapa yang melakukan dosa besar. Mereka memandang kalau yang patut
memfonis kesalahan hanyalah Allah, oleh karena itu mereka tidak ikut
mengkafirkan Ali dan Mu’awiyah, akan tetapi mereka melakukan “penundaan” sampai
hari pertimbangan di akhirat kelak.
Ada teori
lain yang berkembang mengenai asal-usul kemunculan murji’ah. Bahwa gagasan irja,
yang merupakan basis doktrin murji’ah, muncul pertama kali sebagai gerakan
politik yang diperlihatkan oleh cucu Ali bin abi Tholib. Hasan bin Muhammad
al-hanafiah, sekitar tahun 695. Watt, penggagas teori ini, menceritakan bahwa
20 tahun setelah kematian muawiyah, pada tahun 680, dunia islam dikoyak oleh
pertikaian sipil. Al-mukhtar membawa faham syi’ah ke kufah dari tahun 685-687;
ibnu zubair mengeklaim kekhalifahan di makkah hingga yang berada dalam
kekuasaan islam. Sebagai respon keadaan ini, muncul gagasan irja atau
penangguhan. Gagasan ini pertama kali digunakan pada tahun 659 oleh cucu Ali
bin abi tholib, Al-Hasan bin Muhammad Al-hanafiah, dalam sebuah surat
pendeknya. Dalam srat itu, Hasan meenunjukkan sifat politiknya dengan
mengatakan, “kita mengakui Abu bakar dan Umar, tetapi menangguhkan keputusan
atas persoalan yang terjadi pada konflik sipil pertama yang melibatkan ustman,
Ali dan zubayr (seorang tokoh embelot ke makkah”. Dengan sikap politik ini,
Al-Hasan mencoba menanggulangi perpecahan umat islam. Ia kemudian mengelak
berdampingan dengan kelompok syi’ah revousioner yang terlampau mengagungkan Ali
dan para pengikutnya, serta menjauhkan diri dari khawarij yang menolak mengakui
kekhalifan mu’awiyah dengan alas an bahwa ia adalah keturunan si pendosa Usman.[7]
Pada saat itu
posisi ahlul al-bait berada dalam posisi yang tidak menguntungkan diantara dua
kelompok yang sama-sama ekstrim. Kelompok pertama adalah khawarij yang memusuhi
mereka dan sebagian penguasa Mu’awiyah yang senantiasa mengawasi mereka.
Kelompok ke-dua bahkan lebih ekstrim dan berbahaya adalah kelompok syi’ah dan
zindiq yang berpura-pura mendukung sampai menuhankan Ali dan anak keturunanya,
dan melancarkan berbagai pemberontakan yang mengakibatkan terbunuhnya banyak
ahlu al-bait seperti gerakan Mujhtar bin abi Ubaid dan lain-lain. Gerakan
politik untuk merebut kekuasaan yang mengatas namakan ahlu al-bait ini
berkali-kali mendapat kecaman dan penolakan keras dari para ahlu al-bait, namun
kecaman dan penolakan oleh para penggerak pemberontakan disebut taqiyyah, sehingga
pemberontakan mereka tetap tiddak bisa dihentikan.
Dalam
kondisi yang serba sulit ini ulama sekaligus tokoh ahlu bait, imam hasan bin
Muhammad bin al-hanaiyah menulis sebuah buku yang menyatakan bahwa kekhalifahan ali masih diperselisikan, karena tidak disepakati oleh semua
kaum muslimin. Dalam semua pengajian dia mengungkapkan bahwa langka yang paling
tepat adalah menunda (arja’ah). Mereka tidak mendukung maupun memusuhi.
Kemudian langkah ini diikuti tujuh orang yang dipimpin oleh at-taimi
dan hrmalah at-taimi. Hasan bin Muhammad bin al-hanafiyah memerintahkan abdul
wahid bin aiman untuk membacakan tulisanya tersebut kepada masyarakat kufah.
Setelah tulisan itu sampai pada ayahnya, Muhammad al-hanafiyah dia berkata
“bagaimana kau ini, tidak mendukung kakekmu (ali)?”, akhirnya hasan menyesal dan
berniat untuk mencabut perkataanya tapi sudah tidak mungkin lagi karena sudah
terlanjur meluas.[8]
Secara garis
besar murji’ah digolongkan menjadi dua, ekstrim
dan moderat. Subsekte yang ekstrim adalah mereka yang berpandangan bahwa
kemmanan terletak didalam hati. Adapun ucapan dan perbuatan tidak selamnya
merupakan refleksi dari apa yang ada di dalam hati. Oleh karena itu, segala
ucapan dan perbuatan seorang yang menyimpang dai kaidah agama tidk beati telah
menggeser atau merusak keimananya, bahkan imanya masih sempurnah dimata tuhan.[9]
Adapun
murji’ah yang moderat ialah mereka yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar
tidklah kafir. Meskipun disiksa dineraka, ia tidak kekal didalamna, tergantung
ukuran dosa yang dilakukanya. Masih ada kemungkinan
tuhan akan mengampuninya, dan keluar dari neraka.
2. Sekte-sekte aliran khawari dan murji’ah
a. Sekte-sekte khawarij
Khawarij terpecah menjadi beberapa firqoh, dimana antara firqoh
satu dan lainya tidak ada suatu kesatuan. Perpecahan membuat khawarij menjadi
dan mudah sekali dipatahkan dalam berbagai pertempuran menghadapi kekuatan
militer bani umayyah yang berlangsung bertahun-tahun sehingga aliran ini hanya
tinggal dalam catatan searah.[10] Firqoh-firqoh tersebut antara lain:
- Ø Al-muhakimah. Golongan khawarij asli dan terdiri dari pengikut-pengikut ali. Mereka menganggap semua orang yang terlibat dalam arbitase adalah kafir. Berbuat zina dan membunuh orang tanpa alas an yang syah adalah keluar dari islam dan kafir.
- Ø Al-zariqoh. Golongan khawarij yang dipimpin Nafi ibnu azraq dengan pandanganya yang lebih ekstrim dibandingkan dengan golongan-golongan lainya. Menurut mereka selain mereka dan para pendukungnya seperti abdurohman ibnu muljam (pembunu ali) adalah musyrik, dan kekal selamanya di neraka.
- Ø An-nadjad. Bagi goongan ini, keimanan dan keislaman seseorang ditentukan oleh kewajiban mengimani allah dan rasulnya. Orang-orang yang tidak peduli tentang itu dianggap tidak beriman dan tidak dapat diampuni. Hanya golongan ini yang dianggap berimin.
- Ø Al-jaridah. Mereka adalah pengikut dari Abd al-karim ibn ajrad yang menurut al-syahratsani merupakan salah satu teman dari ‘atiah al-hanafi. Merekaa lebih lunak dbanding yang lain. Bagi mereka hijrah tidak menjadi kewajiban, tetapi hanya menjadi kebijakan. Orang yang beriman tidak harus tinggal di tempat kekuasaan mereka dan bukan merupakan kafir.
- Ø Al-maimunah. Golongan ini berpaham qodariyah. Mereka menganggap semua perbuatan manusia timbul karena inisiatif manusia itu sendiri.
- Ø As-sufriyah. Golongan As-sufriyah adalah pengikut dari zaid ibnul asfar. Golongan ini hamper sama dengan Al-azriqah tetapi ada sedikit perbedaan diataranya adalah: anak-anak orang musyrik tidak boleh dibunuh, tidak harus hijrah, dll.
Dan masih banyak yang lainya. Secara garis
besar, semua sekte ini membicarakan tentang siapa yang itu pelaku dosa besar.
Apakah masih diangap mu’min atau sudah menjadi kufur.
b. Sekte-sekte murji’ah
Kemunculan sekte-sekte dalam kelompok murji’ah
tampaknya dipiccu oleh perbedaan pendapat dari kalangan para pendukung murji’ah
itu sendiri. Secara garis besar golongan ini dibedakan atas dua glonngan
sebagai berikut;
Ø Murji’ah moderat
Penggagas
pendirian ini adalah al-hasan bin muhammad bin thalib, Abu hanifah, Abu yusuf,
dan berupa ahli hadist. Kelompok ini berpendirian bahwa;
- Pendosa besar tetap mu’min, tidak kafir, tidak ada kekal didalam neraka mereka disiksa sebesar dosanya sampai selanjutnya akan masuk surga.
- Iman adalaah pengetahuan tentang tuhan dan rasulNya serta apa saja yang datang darinya secara keseluruhan dalam garis besar.
- Iman tidak akan bertambah pun tidak berkurang. Tidak ada perbedaan manusia dalam hal ini.
Ø Murji’ah
ekstrim
Adapun yang ekstrim ialah al-jamiyah, ash-shalihiyah, al-yunusia,
al-ubaidiyah, dan al-hasania. Pandangan setiap kelompok dapat dilaskan sebagai
berikut;
- 1. Jahmiyah, kelompok jahm bin shafwan dan para pengikutnya, berpandangan bahwa manusia yang beriman dan menyatakan kekufuranya tidak menjadi kfur, karena iman berada dalam hati bukan dalam anggota tubuh yang lain.
- 2. Shalihiyah, kelompok abu hasan ash-shalihi, iman adalah mengetahui tuhan dan kufur sdslsh tidsk mengetahui tuhan. Sholat, zakat, puasa dan haji bukan merupakan ibadah, ibadah adalah iman itu sendiri.
- 3. Yunusiah dan ubaidiyah melontarkan pernyataan bahwa perbuatan jahat atau maksiat tidak merusak iman seseorang.
- 4. Hasaniyah menyebut bahwa orang yang mengakui haji keka’bah tetapi mengatakan tidak tahu ka’bah itu di tempat yang sesungguhnya, maka orang ini masih mu’min.
3. Doktrin-doktrin aliran khawarij dan murji’ah
Ajaran-ajaran
yang dikembangkan kaum khawarij dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu
politik, tentang dosa besar dan dan teologi sosial. Dikategirikan politik
karena aliran ini membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan kenegaraan
khususnya tentang khalifah salah satunya adalah: khalifah atau imam harus
dipilih secara bebas dan tidak harus berasal dari bangsa Arab. Teologi dosa
besar, berisikan tentang seseorang yang melakukan dosa besar tidak lagi mu’min
sehingga harus dibunuhsetiap muslim harus hijrah dan bergaabung dengan mereka.
Dikatakan
doktrin sosial karena dalam doktrin-doktrinya aliran ini mengarah kepada
kehidupan sehari-hari seprti seorang harus menghindari orang yang menyeleweng,
amar ma’ruf nahi mungkar, manusia berhak menentukan kehendaknya sendiri bukan
dari tuhan, dan kaum muslimin yang melakukan dosa besar adalah kafir.
Sedangkan
doktrin aliran murji’ah berasal dari gagasan srja’ah yang berarti menunda yang
kemudian daplikasikan kedalam banyak persoalan. Berkaitan dengan ini harun
nasution mengelompokan dalam empat ajaran pokoknya, yaotu:
- a. Menunda hukuman atas ali dan muawiyah dan para pengikutnya
- b. Hanya allah yang tahu siapa yang berdosa besar, sehingga keputusan diserahkan kepada allah.
- c. Menitik beratkan kepada iman dari pada amal.
- d. Memberikan harapan bagi umat yang berdosa besar mendapat ampunan dari allah.
C. Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah penulis sajikan dalam bab pembahasan
di atas, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
Khawarij pada mulanya adalah suatu golongan yang pada awalnya
muncul sebagai pendukung Ali, namun pada akhirnya keluar dari barisan Ali
karena ketidak puasan mereka terhadap Ali yang menerima tahkim dari Mu’awiyah,
sehingga Khawarij memberikan perlawanan dan menyatakan perang terhadap Ali dan
Mu’awiyah, sehingga dengan keluarnya mereka dari golongan Ali maka mereka di
juluki Khawarij (orang-orang yang keluar).
Khawarij adalah satu golongan yang menghukumkan kafir bagi seorang
muslim atau mukmin yang berbuat dosa
besar, hal ini disebabkan karena mereka memiliki pemikiran dan pengetahuan yang
praktis dalam dalam bidang politik, teologi, dan sosial yang dikarenakan mereka
adalah keturunan bangsa Arab Badawi.
Murji’ah adalah kelompok yang menentang doktrin-doktrin pengkafiran
yang dituangkan oleh kaum Khawarij, sekaligus secara langsung menjadi musuh
besar Khawarij. Mereka cenderung menangguhkan keputusan akan hukuman atas
dosa-dosa besar di masa yang akan datang dan cenderung menyerahkannya kepada
Allah apakah dosa tersebut akan diampuni atau tidak.
Perbedaan mendasar antara kedua golongan Khawarij dan Murji’ah
ialah tentang penghukuman kafir atau tidaknya mengenai apa yang telah dilakukan
Ali dan Mu’awiyah serta orang orang-orang yang terlibat dalam tahkim dan perang
Jamal.
D.
Daftar rujukan
1. Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu
Kalam (Bandung : Pustaka Setia, 2007)
2. Harun Nasution, Teologi islam: Aliran sejarah analisa
perbandingan , UI. Press. Jakarta: 1985
3. Sarkowi, teologi islam
klasik, resist literacy. Malang : 2010
4. Syamsul rijal hamid, buku
pintar agama islam, penebar salam. Bogor: 2002
5. Anwar, Rohison dan Abdul Rozak. Ilmu Kalam Untuk IAIN, STAIN,
PTAIS. Bandung : Pustaka Setia. 2006.
6.
W.montgomery watt, pemikiran teologi dan filsafat islam, terjem. Umar
besalim p3m. press. 1987
[1] Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu
Kalam, Pustaka Setia. Hal 49
[2] Harun nasution, teologi islam: aliran
sejarah analisa perbandingan, UI press. Hal. 13
[3] Sarkowi, teologi islam: klasik,
resist literacy, hal. 33
[4] Ibid, hal. 35
[5] Abdul rozakdan rosihan anwar, ilmu kalam, cv pustaka setia,
bandung 2001. Hal. 94
[6] Samsul rijal hamid, Buku Pintar Agama Islam, 2002. Hal. 39
[7] W.montgomery watt, pemikiran teologi dan
filsafat islam, terjem. Umar besalim p3m. press. Hal. 21
[8] Sarkowi,teologi islam:
klasik, resist literacy, hal. 47
[9] Anwar, Rohison dan Abdul Rozak. Ilmu Kalam Untuk IAIN, STAIN,
PTAIS. Bandung : Pustaka Setia. 2006
No comments for "Makalah Khawarij Dan Murji'ah"
Post a Comment
Berikan Komentarmu di Sini, Untuk Beropini, Bertukar Ide dan atau Sekedar Sharing..