Pendekatan-pendekatan Bimbingan Konseling
Rochman
Natawidjaja (1987:32) mendefinisikannya bahwa konseling adalah satu jenis
pelayanan yang merupakan bagian terpadu dari bimbingan. Konseling dapat diartikan
sebagai hubungan timbal balik antara dua orang individu, dimana yang seorang
(yaitu konselor) berusaha membantu yang lain (konseli) untuk mencapai pengertian
tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang di hadapinya
pada waktu yang akan datang. pendekatan bimbingan
konseling pdf/ macam macam pendekatan bimbingan konseling/ pendekatan bimbingan
dan konseling di sekolah/ fungsi dan pendekatan bimbingan konseling/ pendekatan
konseling pdf/ pendekatan dalam konseling pdf/ pertanyaan tentang pendekatan
bimbingan konseling/ pendekatan bimbingan konseling islam
Pakar lain mengungkapkan bahwa konseling itu merupakan
upaya bantuan yang diberikan kepada konseli supaya dia memperoleh konsep diri,
untuk dimanfaatkan olehnya dalam memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri
sendiri, untuk dimanfaatkan olehnya dalam memperbaiki tingkah lakunya pada masa
yang akan datang.
untuk memahami prilaku atau sikap dari konseli,
diperlukan adanya pengamatan-pengamatan yang mendalam. Dalam hal ini tentu
diperlukan adanya pendekatan-pendekatan yang khusus.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Jelaskan pengertian konseling.
2.
Jelaskan pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam konseling
1.3 Tujuan Masalah
1.
Untuk mengetahui pengertian konseling.
2.
Untuk mengetahui pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam konseling.
Makalah Pendekatan-pendekatan Bimbingan Konsseling
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Konseling
Konseling merupakan terjemah dari Counseling, yaitu
bagian dari bimbingan, baik sebagai pelayan maupun sebagai teknik. Pelayan
konseling merupakan jantung hati dari usaha layanan bimbingan secara
keseluruhan (counseling is the heart of guidance program) dan Ruth
Strang menyatakan guidance is broader counseling is a most important tool of
guidance. (Ruth Strang,1958). Jadi konseling merupakan inti dan alat yang
paling penting dalam bimbingan.[1]
Selanjutnya, Rochman Natawidjaja (1987:32)
mendefinisikannya bahwa konseling adalah satu jenis pelayanan yang merupakan
bagian terpadu dari bimbingan. Konseling dapat diartikan sebagai hubungan
timbale balik antara dua orang individu, dimana yang seorang (yaitu konselor)
berusaha membantu yang lain ( konseli) untuk mencapai pengertian tentang
dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada
waktu yang akan datang.
Pakar lain mengungkapkan bahwa konseling itu merupakan
upaya bantuan yang diberikan kepada konseli supaya dia memperoleh konsep diri,
untuk dimanfaatkan olehnya dalam memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri
sendiri, untuk dimanfaatkan olehnya dalam memperbaiki tingkah lakunya pada masa
yang akan datang. Dalam pembentukan konsep diri ini berarti bahwa dia
memperoleh konsep yang sewajarnya mengenai :
a)
Diri sendiri
b)
Orang lain
c)
Pendapat orang lain tentang dirinya
d)
Tujuan-tujuan yang hendak di capainya, dan
e)
Kepercayaannya. (Moh. Surya,1988:38)[2]
Prayitno (1983:38) mengemukakan konseling adalah
pertemuan empat mata antara konseli dan konselor yang berisi usaha yang laras,
unik, dan manusiawi, yang dilakukan dalam suasana keahlian dan yang didasarkan
atas norma-norma yang berlaku.
Dengan membandingkan ketiga pengertian tentang
konseling seperti yangg telah dikemukakan diatas, dapat ditarik suatu
pengertian bahwa konseling adalah suatu upaya bantuan yang dilakukan dengan
empat mata atau suatu upaya bantuan yang dilakukan dengan empat mata atau tetap muka,
antara konselor dan konseli yang berisi usaha yang laras unik dan manusiawi yang
dilakukan dalam suasana keahlian dan yang didasarkan atas norma-norma yang
berlaku. Agar konseli memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri dalam
memperbaiki tingkah lakunya pada saat ini dan mungkin pada masa yang akan
datang.
Untuk memudahkan ingatan kita tentang pengertian umum
konseling, dibawah ini dikemukakan huruf-huruf penyuluhan dan konseling yang
dijadikan akronim sebagai unsure-unsur pokok yang ada dalam usaha konseling
(prayitno 1983:1987:36 & 2004:131), yaitu:
P = pertemuan
E = empat mata
N = klien
Y = penyuluh
U = usaha
L = laras
U = unik
H = human
A = ahli
N = norma
Dengan
memasukkan unsur-unsur diatas dapat dikatakan bahwa penyuluhan merupakan
pertemuan empat mata antara klien dan konseling yang berisi uasaha, dengan cara
yang laras, unik dan human (manusiawi)yangdilakukan dalam suasana keahlian dan
yang didasarkan atas norma-norma yang berlaku.
Sedangkan
pengertian umum konseling dibawah ini dikemukakan huruf-huruf konseling yang
dijadikan akronim sebagai unsur- unsur pokok yang ada dalam usaha
konseling.(prayitno,2004:131), yaitu:
K =
Kontak
O = Orang
N = Menangani
S = Masalah
E = Expert (ahli)
L =
Laras
I =
Integrasi
N =
Norma
G =
Guna
Dengan
demikian pengertian konseling adalah kontak antara dua orang (yaitu konselor
dan konseli)untuk menangani masalah konseli, dalam suasana keahlian yang laras
dan terintegrasi, berdasarkan norma-norma yang berlaku untuk tujuan-tujuan yang
berguna bagi konseli.
Oleh
karena itu konseling merupakan bentuk khusus dari usaha bimbingan, yaitu suatau
pelayanan yang diberikan konselor kepada seseorang secara perseorangan atau kelompok.
Dalam proses konseling ini, orang yang diberi konseling itu biasanya disebut
klien atau konseli. Dengan demikian,konseling berlangsung dalam suasana
pertemuan antara konselor dan klien atau konseli (timbal balik atau kontak
antara konselor dengan konseli). Usaha yang dilakukan didalam suasana konseling
ini hendaklah merupakan usaha yang laras, yaitu yang seimbang dan sesuai dengan
masalah yang dialami oleh konseli, dengan kemampuan di masyarakat dan dengan
kemampuan konselor sendiri.[3]
2.2 Pendekatan-Pendekatan Konseling
Pendekatan
konseling (Counseling approach) disebut juga teori konseling merupakan
dasar bagi suatu praktek konseling. Pendekatan itu dirasakan penting karena
jika dipahami berbagai pendekatan atau teori-teori konseling, akan memudahkan
dalam menentukan arah proses konseling.Akan tetapi untuk kondisi Indonesia
memilih satu pendekatan secara fanatic dan kaku adalah kurang bijaksana. Hal
ini disebabkan satu pendekatan konseling biasanya dilatarbelakangi oleh paham
filsafat tertentu yang mungkin saja tidak sesuai sepenuhnya dengan paham
filsafat di Indonesia. Disamping itu mungkin saja layanan konseling yang
dilaksanakan berdasarkan aliran tertentu kurang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat serta kondisi social, budaya dan agama.
Untuk
mengatasih hal tersebut maka pendekatan yang dilakukan dalam konseling bukanlah
pendekatan atau teori tunggal (single theory) untuk semua kasus yang
diselesaikan. Akan tetapi harus dicoba secara kreatif memilih bagian-bagian
dari beberapa pendekatan yang relevan, kemudian secara sintesis-analitik
diterapkan kepada kasus yang dihadapi. Pendekatan seperti itu dinamakan Creative-Synthesis-Analytic(CSA).
Allen E. Ivey (1980) Menyebut pendekatan CSA ini dengan nama Eclectic
Approach yaitu memilih secara selectif bagian-bagian teori yang
berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan konselor.
Sebagaimana
telah diungkapkan diatas bahwa pendekatan CSA diasumsikan sesuai dengan kondisi
Indonesia. Artinya kita tidak memilih satu pendekatan saja untuk semua kasus,
Akan tetapi memilih bagian-bagian teori
yang berbeda secara selektif untuk di manfaatkan terhadap kasus
tertentu. Beberapa alasan di bawah ini dapat di pertimbangkan :
1) Setiap teori mempunyai landasan
filosifis tertentu yang mungkin bertolak belakang dengan faham Filsafat
Pancasila.
2)
Kalau
di gunakan satu pendekatan saja untuk semua kasus, di khawatirkan konselornya
akan kaku dan pemecahan masalah belum tentu tuntas.
3)
Dengan
pendekatan satu teori saja, kemungkinan konselor akan memaksakan diri dan
mencocok-cocokan teori tersebut terhadap kasus. Hal ini bisa menyebabkan
konseling berantakan dan klien lari.
4)
Cara
CSA membuat konselor lebih kreatif dan luas wawasannya.
5)
Dapat
memilih secara kreatif-analitik beberapa aliran konseling ataua spek-aspek dari
aliran itu yang relevan dengan kasus yang akan dibantu.
Pendekatan
CSA mirip dengan Rational Approach yang di kemukakan oleh C.H Patterson
(1980) yang menerangkan sebagai berikut.
1. Pendekatan Psikoanalisis
Aliran
psikoanalisis dipelopori oleh seorang dokter psikiatri yaitu Sigmund freud pada
tahun 1896. Ia mengemukakan pandanganya bahwa struktur kejiwaan manusia
sebagian besar terdiri dari alam ketaksadaran. Sedangkan alam kesadarannya
dapat diumpamakan puncak gunung es yang muncul ditengah laut. Sebagian besar
gunung es yang terbenam itu diibaratkan alam ketaksadaran manusia.
Pengertian psikoanalisis mencakup tiga aspek:
(1)
Sebagai metode penelitian proses-proses psikis
(2)
Sebagai suatu teknik untuk mengobati gangguan-gangguan psikis
(3)
Sebagai Teori Kepribadian
Psikoanalisa
mulai muncul sekitar tahun 1890, sebagai salah satu cabang psikiatri suatu
cabang pengobatan mengenai “mental
psikiatri”.Usaha yang sungguh-sungguh telah dilakukan oleh Freud selama 40
tahun.Pengobatan ini lebih banyak ditekankan pada kasus yang bersifat
individual, dari pada bersifat cara-cara ilmiah.[4]
Di
dalam gerakannya, Psikoanalisis mempunyai beberapa prinsip yakni :
- (1) Prinsip konstansi, artinya bahwa kehidupan psikis manusia cenderung untuk mempertahankan kuantitas konflik psikis pada taraf yang serendah mungkin, atau setidak-tidaknya taraf yang stabil. Dengan perkataan lain bahwa kondisi psikis manusia cenderung dalam keadaan konflik yang permanen (tetap).
- (2) Prinsip kesenangan, artinya kehidupan psikis manusia cenderung menghindarkan ketidak senangan (pleasure principle).
- (3) Prinsip realitas, yaitu prinsip kesenangan yang disesuaikan dengan keadaan nyata.
Masalah kesadaran dan ketaksadaran;
Kehidupan psikis manusia, menurut freud terdiri atas
dua bagian, yaitu the conscious (kesadaran)
dan the unconscious (ketaksadaran).
Kesadaran memiliki arti yang relative sangat kecil dalam dinamikatingkah
laku.Apa yang diketahui oleh seseorang tentang tingkah laku dan motifnya
hanyalah potongan dan aspek yang dangkal saja dari keseluruhan kepribadianya.
Dibawah kesadaran ada semberdaya, yaitu “ketak sadaran”, sebagai tenaga
pendorong yang nyata bagi kegiatan-kegiatan manusia.Antara kesadaran dan
ketaksadaran teradi pertentangan yang tidak ada henti-hentinya.Sejak kecil
orang telah belajar bahwa apa-apa yang berhubungan dengan dorongan sex,
memalukan, ditekanya kedalam alam taksadar.Namun demikian dorongan itu tetap
hidup dan berusaha dengan segala daya, mencegah hambatan the ego.[5]
Dalam menyusun teorinya, Freud selalu meninjau apa
yang dirumuskannya terlebih dahulu. Karenanya, ajaran Freud menurut Heidbreder
(1933; 387) takpernah menjadi doktrin yang kaku.
Dalam teorinya yang baru, organisasi psyche ini terdiri dari tiga konsep; the id, the ego, the suer ego.Adapun
hubungan antara teori yang baru ini dengan teori kesadaran tidaklah begitu
jelas.Akan tetapi kemudian dikatakan bahwa the
id lebih dekat hubunganya dengan
konsepsi lama tentang ketaksadaran. Selanjutnya Calvin S. hall mengemukakan
bahwa the id berfungsi memenuhi prinsip hidup yang pertama yang disebut Freud “the pleasure
principle”.
The ego dapat dikatakan tidak dibawah sejak lahir,
tetapi merupakan hasil belajar yang berfungsi memelihara organisme secara
keseluruhan. Menurut Calvin s. hall dan G. lidzey, the ego eksekutif dari pada organisasi kepribadian,
mengintegrasikan ketiga system tadi, agar terjadi keharmonisan kepribadian
sehingga terjadi transaksi yang efektif dengan lingkungan. The ego berpegang
pada “reality principle”.[6]
The
superego, merupakan nilai-nilai atau
norma tradisional dari masyarakat yang ada dalam “dunia dalam”, yang telah
diinterpretasikan oleh orang tua. Superego ini terdairi atas ego ideal dan conscience, yang menurut Ruth L. Munreo, masuknya dengan jalan:
identifies with the parents. Their image, become introjected-incoporated into
the child’s own psyche”.
Adapun
fungsi dari super ego adalah 1). Menghambat dorongan the id, terutama
dorongan sex. 2). Membujuk agar mengganti tujuan yang realistik dengan tujuan
yanng moralistik, 3). Mengejar kesempurnaan.
Demikian
ketiganya tadi (the id, the ego dan superego) merupakan “total
personality”, yang apabila terdapat pertentangan yang satu dengan yang lainya,
akan menyebabkan terjadinya “mulajusted”. Karenanya orangnya bisa kecewa yang
disebabkan oleh diri ataupun lingkunganya, yang tidak memungkinkan dapat
berhubungan dengan lingkungan ataupun dirinya sendiri dengan efesien. Apabila
individu tersebut bermental sehat, ketiga sistem tersebut membentuk organisasi
yang harmonis, yang dapat bekerjasama secara efesien dengan mengadakan
transaksi yang memuaskan dengan lingkungannya. Adapun tujuan transaksi ini
adalah pemuasan kebutuhan dan keinginan manusia.[7]
Freud yang dipengaruhi oleh Filsafat Determinisme dan
positivism abad XX, menganggap organism manusia sebagai suatu komplek sitem
energy yang mendapat energy dari makanan. Energy tersebut digunakan untuk
bermacam-macam keperluan seperti sirkulasi, pernafasan, gerakan otot,
mengamati, mengingat, berpikir, dan sebagainya. Dia menyebut energy dalam psykis
itu sebagai psychic energy. Energy itu dapat pindah kepada energy fisiologis
dan sebaliknya. Sebagai titik temu energy tubuh dengan kepribadian adalah Id.id mengandung insting yang
mendinamiskan kepribadian.[8]
a.
Interpretasi mimpi
Mimpi
adalah pernyataan kesadaran dan merupakan pemenuhan keinginan dan “primitive
modes of thingking”.
Mimpi tiada lain expresi tenaga yang “represed” yang ingin mendapatkan
kembali tempatnya dalam kesadaran. Demkianlah mimpi adalah ilustrasi yang indah
sekali dari mekanisme dorongan instinctive yang bertentangan dengan ego, yang dimanifestasikan keluar.
Karena hambatan-hambatan dalam masyarakat untuk merealsir dorongan-dorongan
instinktif, maka terjadilah penyaluran dorongan tadi kearah lain.
Dorongan-dorongan sex adalah sumber tenaganya, sehingga oleh freud digambarkan
bahwa mimpi itu adalah gambaran simbolik dari keinginan sex.[9]
Tiap mimpi tentu mempunyai arti yang
berbeda-beda. Kebanyakan mimpi, terutama mimpi pada anak-anak adalah “direct fulfillment of wishes”. Dalam
mimpi ini juga terjadi simbolisme. Tentu saja tiap symbol yang mncul memiliki
arti yang berbeda pula. Biasanya symbol ini berasal dari pengalaman pribadi
dari individu yang telah bermimpi itu, yang kadang memiliki arti yang dengan
orang lain.
Menurut freud mimpi adalah merupakan
“pernyataan keinginan”. Mimpi itu mempunyai berbagai ketentuan, dan dapat juga
ditafsirkan bermacam-macam. Interpretasi mimpi dimaksudkan sebagai proses
pengenalan kembali seluruh kecenderungan diluar kesadaran.
Interpretasi mimpi hendaknya dilakukan
bukan hanya pada satu mimpi, tapi justru pada urutan beberapa mimpi.
b.
Teori Libido
Freud
mempunyai prinsip bahwa “the child is father of man”. Freud melihat adanya
pengaruh masa kecil kepada kehidupan masa dewasa. Dalam memahami seseorang dia
selalu mencari akarnya pada masa anak-anak. Menurut freud semua yang dilakukan individu adalah manifestasi
dari kehidupan seksual pada masa anak-anak.dari berbagai bahan analisa, dan
observasi terhadap anak-anak dan bayi, Freud merumuskan tingkat pertumbuhan
individu. Pada masa bayi muncul berbagai respon yang menunjukkan adanya
kecenderungan ke arah sexualitas. Misalnnya menghisap ibu jari adalah perbuatan
yang ada hubunganya dengan sexualitas. Pernyataan dari dorongan sex pada masa
kana-kanak ini bersifat polymorph. Istilah
ini “istilah sex” tidak selalu harus dihubungkan dengan organ sex, akan tetapi
pada masa kanak-kanak lebih banyak
dihubungkan dengan kehidupan cinta (love).[10]
Energy
cinta, atau yang bisa disebut juga dengan “libido” pada suatu masa akan
diarahkan kepada dirinya sendiri, dimana dirinya sendiri menjadi objek
kasihanya sendiri. Namun pada masa selanjutnya masyarakat, lingkungan dan orang
tuanya memaksa dia untuk mencari obyek lain. Biasanya dia akan mengarahkan
kepada jenis kelamin yang berbeda.apabila individu telah dapat mengatasi semua
tingkatan tadi, tercapailah kesetabilan, integrasi dari berbagai komponen.
Namun apabila individu gagal dalam penyesuaiannya, akan terjadi regressi, yaitu
mundur kembali pada tingkatan sebelumnya yang dapat memberikan kepuasan kepada
dirinya.[11]
c.
Insting
Insting
adalah pernyataan psikologis dari suatu sumber perangsang somatis (badaniyah) yang dibawa sejak lahir. Suatu insting
merupakan sejumlah energy psikis yang disebut oleh Freud sebagai suatu tuntutan
yang membuat manusia bekerja. Freud menggolongkan insting atas dua jenis yakni:
insting hidup dan insting mati.
Insting
hidup adalah kumpulan libido yang mendorong kehidupan manusia, seperti libdo
seksual dan libido lapar dan haus. Energy libido-libido tersebut dapat
menguasai ego (aku), sehingga dapat
bertindak amoral dan asocial dalam pemuasanya. Sedangkan
libido mati (insting destruktif) yaitu keinginan manusia untuk menyiksa diri
atau orang lain, dan keinginan untuk mati (bunuh diri). Menurut istilah freud,
insting mati itu adalah hidup menuju kepada kematian. Bentuk lain penjabaran
insting mati dikemukakan sebagai dorongan agresif, merusak diri, dan dapat
diubah menjadi objek pengganti seperti berkelahi dan tawuran.
d.
Kecemasan
Dorongan
untuk pemuasan kebutuhan sebagaian besar menguasai dinamika kepribadian
individu. Akan tetapi untuk memenuhi kebutuhan tersebut tidak selamanya
kesampaian. Sebab individu sering menghadapi rintangan atau hal yang tak
menyenangkan yang dating dari lingkungan, sehingga pemenuhan kebutuhan tak
terjadi. Hal demikianlah yang menyebabkan timbulnya kecemasan.[12]
Ada
tiga macam pembedaan kecemasan yaitu;
1.
Kecemasan ralitas, yaitu ketakutan yang berasal dari luar; ketakutan
jenis ini berasal dari ego.
2.
Kecemasa neurotis, yakni kecemasan yang bersumber dari id, jika individu melakukan sesuatu yang
mengakibatkan dia bisa dihukum.
3.
Kecemasan moral, yaitu kecemasan yang bersumber pada sumber ego, selanjutnya kecemasan ini disebut kecemasan kata hati.
Kecemasan ini disebabkan oleh pertentangan moral yang baik dengan hal yang
dapat menentangnya.
Pembentukan
kepribadian individu banyak dipengaruhi oleh kehidupan masa kecil. Oleh karena
itu freud mengatakan the child id the
father of man, ini artinya bahwa masa anak-anak adalah adalah bapak dari
manusia. Perkembangan kepribadian individu dipengaruhi oleh sumber ketegangan,
yaitu; ketegangan yang bersumber pada proses perkembangan fisiologis, frustasi,
konflik, ancaman.
Sebagai
akibat dari segala bentuk ketenggangan itu maka individu belajar untuk usaha
keluar dari semua ketegangan tersebut, yaitu dengan dua cara; identifikasi, dan
pemindahan objek.
Identifikasi
berarti seorang meniru cara atau metode orang lain dan cara itu dipakai untuk
menjadi bagian kepribadianya agar individu tersebut terhindar dari ketegangan (kekecewaan). Pemindahan objek terjadi
karena insting mendapat rintangan maka dialihkan objek konteksisnya. Apabila
pemindahan objek itu mempunyai nilai yang tinggi disebut sublimasi. Bentuk lain dari reaksi emosional individu terhadap
kegagalan dan ketegangan adalah mekanisme pertahanan diri. Yang termasuk
mekanisme pertahanan diri adalah; tekanan, proyeksi, pembentukan reaksi,
fikasi, dan regresi.[13]
Setiap
kegiatan konseling pasti diwarnai oleh filsafat dan teori yang dianut oleh
kegiatan konseling itu sendiri. Demikian pula aliran psikoanalisis ini
mempunyai cara tersendiri dalam kegiatan konseling atau terapinya.
Berikut
akan saya uraikan garis-garis besar proses konseling aliran psikoanalisa dengan
jabaran: a) tujuan konseling, b) fungsi dan peranan konselor, c) teknik dan
proses konseling.
a.
Tujuan konseling
Tujuan
konseling aliran psikoanalisis adalah untuk membentuk kembali struktur
kepribadian klien dengan jalan mengembalikan hal yang tak disadari menjadi
sadar kembali (menghayati pengalaman-pengaaman
masa kecilnya antara umur 2-5 tahun).
b.
Fungsi konselor
Konselor
bersifat anonym, artinya konselor
berusata tidak dikenal oleh klien, dan sidikit mengeluarkan perasaan dan
pengalamanya, agar klien dengan mudah memantulkan perasaanya yang kemudian akan
dianalilis oleh konselor. Konselor
berfungsi untuk mempercepat penyadaran hal-hal yang tersimpan dalam
ketaksadaran.
c.
Teknik konseling
Ada
lima teknik dasar dari konseling psikoanalisa yaitu;
1.
Asosiasi bebas.
Klien
diupayakan menjernihkan dan mengikis pemikiran sehari-hari, sehingga klien
mampu mengungkapkan pengalaman masa lalunya.
2.
Interpretasi.
Menafsirkan
atau mnginterpretasikan asosiasi bebas, mimpi, resistensi, trasferensi, dan
tranferensi klien. Sehingga ego klien
dapat mencerna materi baru dan mempercepat proses penyadaran.
3.
Analisis mimpi.
Yaitu suatu teknik untuk membuka hal-hal yang takdisadari dan memberikan
kesempatanklien untuk menilik masalah-masalah yang belum terpecahkan.
4.
Analisis resistensi.
Analisis
resistensi ditunjukan untuk untuk menyadarkan klien terhadap alas an-alasan
terjadinya resistensinya. Konselor meminta perhatian klien untuk menafsirkan
resistensinya.
5.
Analsis transferensi
Konselor
mengusahakan agar klien mengembangkan tranferensinya agar terungkap neurosisnya
terutama pada usia 5 ( lima) tahun pertama.
2. Terapi Terpusat Pada Klien
Client-Centered Therapy
sering juga disebut Psikoterapi Non Directive adalah suatu metode perawatan
psikis yang dilakukan dengan cara berdialog antara konselor dengan klien, agar
tercapai gambaran yang serasi antara ideal self (diri klien yang ideal) dengan
actual self (diri klien sesuai kenyataan yang sebenarnya).[14]
C.R.
Rogers, sebagai tokoh utama penyuluhan yang berpusat pada klien (1942),
memandang manusia pada dasarnya rasional, sozialized,
ingin menuju realistis. Manusia dipandang memiliki martabat tinggi,
memiliki hak untuk menyatakan keluhan dan isi hatinya.[15]
Secara
psikologis individu dianggap memiliki kapasitas untuk menghayati kesadarannya
dalam mengadakan penyesuaian diri, dan sebaliknya, mampu menjauhkan diri dari
ketidak sesuaian. Secara filosofis, manusia dipandang mampu membimbing,
mengontrol dan mengatur dirinya sendiri pada kondisi tertentu.
Didasarkan
pada filsafat yang dianutnya, rogers tidak menggunakan kata pasien sebagai
pengganti kata klien. Menurutnya, martabat klien berbeda dengan martabat
pasien. Penyuluhan dipandang sebagai usaha bersama antara klien dan penyuluh,
dank lien merupakan “tenaga ahli” tentang dirinya sendiri. Bukanlah penyuluh
yang “tahu” tentang diri klien, dan tidak seperti dalam hubungan pasien dengan
dokter.[16]
C.R.
rogers memandang manusia sebagai mahluk yang memiliki potensi untuk tumbuh dan
mengaktualisasikan diri, memiliki martabat yang tinggi. Hal ini tercermin dalam
penyuluhan yang dikembangkan olehnya, yang memberikan kebebasan penuh pada
klien untuk mengungkapkan isi hati dan perasaanya.
Rogers
telah melakukan pengamatan terhadap berbagai individu dan mengungkapkan
ternyata terlihat adanya inti yang bersifat umum, yang dapat dilukiskan sebagai
usaha : becoming a person, freedom to be,
courage to be, dan dan learning tobe free.
Berkenaan
dengan pengalaman “learning to be free”, rogers mengungkapkannya sebagai aspek
utama dalam penyuluhan. Terlihat dari individu yang ingin lebih otonom, lebih
spontan dan menjadi lebih yakin akan dirinya. Dalam proses penyuluhan yang
efektif, klien memperlihatkan peningkatan penyadaran diri dan dapat mengambil
keputusan sendiri. Bahkan menjadi arsitek atas perkembangan kepribadianya
sendiri, bebas memilih dan berkeinginan.
Apabila
ditelusuri prosesnya terlihat beberapa karakteristik pengalaman yang tampak
pada klien. Perasaan takut dalam diri klien yang terus dipertahankan, dipandang
sebagai salah satu unsure dirinya sendiri. Inner
communication diubah menjadi lebih bebas, agar mampu menerima perubahan
dari massa kemasa.
Ciri-ciri
terapi ini adalah:
1.
Ditunjukan kepada klien yang sanggup memecahkan masalahnya agar tercapai
kepribadian yang terpadu.
2.
Sasaran konseling adalahaspek emosi dan perasaan (feeling) bahkan segi intelektualnya.
3.
Titik tolak konseling adalah keadaan individu termasuk kondisi social
psikologis masa kini (here and now), dan
bukan pengalaman masa lalu.
4.
Proses konseling bertujuan untuk menyesuaikan antara ideal-self dengan actual-self.
5.
Peranan yang aktif dalam konseling dipegang oleh klien, sedangkan
konselor adalah pasif-reflektif, artinya
tidak semata-mata diam dan pasif akan tetapi berusaha membantu agar klien aktif
memecahkan masalahnya.
a. Tujuan konseling
Tujuan konseling metode ini adalah untuk membina kepribadian klien scara
integral, berdiri sendiri dan mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah
sendiri.
Kepribadian yang integral adalah struktur kepribadianya tidak terpecah
artinya sesuai antara gambaran tentang diri yang ideal (ideal-self) dengan kenyataan diri sebenarnya (actual-self).
b. Teknik Konseling
Penekanan
masalah ini adalah dalam hal filosofis dan sikap konselor ketimbang teknik. Dan
mengutamakan hubungan konseling ketimbang perkataan dan perbuatan konselor.
Dalam pelaksanaan teknik konseling amat diutamakan sifat-sifat konselor sebagai
berikut;
1. Aceptance artinya konselor menerima klien sebagaimana
adanya dengan segala masalahnya. Jadi sikap konselor adalah menerima secara
netral.
2.
Congruence artinya
karakteristik konselor adalah terpadu, sesuai kata, perbuatan dan kosisten.
3.
Understanding konselor
harus dapat secara akurat dan memahami secara empati dunia klien sebagaimana
dilihat dari dalam diri klien itu.
4.
Nonjudgmental artinya
tidak member penilaian terhadap klien, akan tkonselor selalu objektif.
3. Terapi Gestalt.
Terapi ini dikembangkan
oleh Frederick S. Pearl (189-1970)
yang didasari oleh empat aliran yakni psikoanalisis, fenomenologis, dan ekstensialisme serta psikologi gestalt.
Menurut
perls individu itu selalu aktif sebagai keseluruhan. Individu bukanlah jumlah
dari bagian-bagian atau organ-organ semata. Individu yang sehat adalah yang
seimbang antara ikatan organism dengan lingkungan. Karena itu perentangan
antara keberadaan social dengan biologis merupakan konsep dasar terapi geslt.[17]
Menurut
perls banyak sekali manusia yang mencoba mengatakan apa yang seharusnya dari
pada apa yang sebenarnya. Perbedaan aktualisasi gambaran diri dan aktualisasi
diri benar-benar merupakan kritis pada manusia.
1. Tujuan konseling
Menurut teori ini, tujuan konseling adalah membantu
klien menjadi individu yang merdeka dan berdiri sendiri. Untuk mencapai tujuan
tersebut diperlukan; 1) usaha membantu penyadaran klien tentang apa yang
dilakukanya. 2) membantu penyadaran tentang siapa dan hambatan dirinya. 3)
membantu klien untuk menghilangkan hambatan dalam pengembangan penyadaran diri.
4. Terapi behavioral.
Para konselor behavioral memandang kelainan prilaku
sebagai kebiasaan yang dipelajari. Karena itu dapat diubah dengan mengganti
situasi positif yang direkayasa sehingga kelainan prilaku berubah menjadi
positif.
Pavlov mengungkapkan berbagai kegunaan teori dalam
tekniknya dalam memecahkan masalah tingkahlaku abnormal seperti hysteria, obsesional neoreus dan paranois.[18]
1.
Tujuan konseling
Terapi ini
adalah untuk membantu klien membuang respon-respon lama yang merusak diri, dan
mempelajari respon-respon yang baru dan lebih sehat. Pendekatan ini ditandai
oleh;
a.
Fokusnya pada prilaku yang tampak dan spesifik.
b.
Pencermatan dan penguraian tujuan-tujuan treatment (perlakuan).
c.
Formulasi prosedur treatment khusus sesuai dengan masalah khusus.
d.
Penilaian objektif mengenai hasil konseling.
Tujuan terapi behavioral adalah untuk memperoleh
prilaku baru, mengeliminasi prilaku yang maladaptive dan memperkuat serta mempertahankan
prilaku yang diinginkan.
2.
Teknik-teknik konseling
Tehnik konseling itu harus berdasarkan kebutuhan klien
dan tidak ada satu teknikpun yang harus
digunakan terus menerus pada permasalahan yang berbeda. Berikut adalah
teknik-teknik konseling behavioral.
a.
Desensitisasi sistemik
Dalam teknik ini menggunakan stimulus, dimana perasaan
yang menimbulkan kecemasan secara berulang-ulang dpasangkan dengan keadaan
releksasi. Sehingga individu akan merespon dan secara perlahan akan
mengeliminasi kecemasan tersebut.
b.
Assertive training
Assertive training adalah suatu teknik yang dapat membantu dalam hal;
1.
Tidak dapat menyatakan kemarahanya
2.
Membantu orang-orang yang kadar kesopanannya berlebihan,
3.
Mereka yang mempunyai kesulitan untuk berkata “tidak”
4.
Sulit mengatakan cinta dan
respon positif lainya
5. Merasa tidak punya hak untuk berpendapat.
Dalam teknk ini konselor
konselor berusaha memberikan keberanian kepada klien, sehingga mampu
berkomunikasih dengan baik. Pelaksanaan teknik ini menggunakan bermain peranan. Semisal, konselor
menjadi atasan yang galak dank lien menjadi seorang bawahanya, Dan sebagainya.
c.
Aversion therapy
Teknik ini
bertujuan untuk menghukum prilaku yang negative dan memperkuat prilaku positif.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari makalah
kami dapat disimpulkan bahwa pengertian konseling adalah: suatu upaya bantuan
yang dilakukan dengan empat mata atau suatu upaya bantuan yang dilakukan dengan empat mata atau tetap muka,
antara konselor dan konseli yang berisi usaha yang laras unik dan manusiawi
yang dilakukan dalam suasana keahlian dan yang didasarkan atas norma-norma yang
berlaku. Agar konseli memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri dalam
memperbaiki tingkah lakunya pada saat ini dan mungkin pada masa yang akan
datang.
Sedangkan untuk memahami prilaku atau sikap dari
konseli, diperlukan adanya pengamatan-pengamatan yang mendalam. Dalam hal ini
tentu diperlukan adanya pendekatan-pendekatan yang khusus. Antara lain:
a.
Pendekatan Psikoanalisis memiliki arti Sebagai metode penelitian proses-proses psikis, Sebagai suatu teknik
untuk mengobati gangguan-gangguan psikis,
sebagai teori kepribadian.
b. Terapi Terpusat Pada Klien adalah suatu
metode perawatan psikis yang dilakukan dengan cara berdialog antara konselor
dengan klien, agar tercapai gambaran yang serasi antara ideal self (diri klien
yang ideal) dengan actual self (diri klien sesuai kenyataan yang sebenarnya).
c. Terapi Gestalt Terapi ini
dikembangkan oleh Frederick S. Pearl
(189-1970)
yang didasari oleh empat aliran yakni psikoanalisis, fenomenologis, dan ekstensialisme serta psikologi gestalt.
d. Terapi Behavioral, banyak dari Para konselor
behavioral memandang kelainan prilaku sebagai kebiasaan yang dipelajari.
selamat membaca, smoga bermanfaat.
Disusun Oleh :hamid awalluddin
BAB I
PENDAHULUAN
DAFTAR PUSTAKA
Dewa ketut sukardi and Nila Kusuma wati.2008. Proses Bimbingan dan
Konseling disekolah. PT Rineka Cipta.Jakarta.
M.D. Dahlan.1985. Beberapa pendekatan dalam penyuluhan. cv. Diponegoro.
Bandung.
Sofyan S.willis.2007 konseling individual teori dan praktek. Alfabeta.bandung.
[1] Dewa ketut sukardi,nila
kusuma wati.hal.4
[2] Ibid.hal.5
[3] Ibid.hal.6
[4]M.D. Dahlan. Beberapa pendekatan dalam
penyuluhan.Hal. 23-24
[5]Ibid. 26
[6]Ibid. 27
[7]Ibid 28
[8]Sofyan S.w. konseling individual teori dan praktek. Hal. 58
[9] Opcit. 28
[10] M.D. dahlan. Hal. 30
[11] Ibid. 31
[12]Ibid. 59
[13]Ibid. 60
[14]Ibid. 63
[15]M.D. dahlan. Hal.39
[16] Ibid. 39
[17]Sofyan s. w;konseling individual. Hal. 66
[18] M.d. dahlan. Hal. 60
No comments for "Pendekatan-pendekatan Bimbingan Konseling"
Post a Comment
Berikan Komentarmu di Sini, Untuk Beropini, Bertukar Ide dan atau Sekedar Sharing..