Kedudukan Fiqh Dalam Islam Serta Perbedaannya dengan Fiqh, Ushul Fiqih dan Qowaidh Fiqihyah
Kedudukan Ilmu fiqih dalam islam
Fiqih menenpati posisi yang amat penting dalam pemikiran
islam, sebab fikih mrupakan hasil murni para intelektual muslim, ia bukan hasil
adopsi apalagi jiplakan dari hukum Romawi seperti yang dikatakan sebagian
Orientalis tetapi sepenuhnya bahwa ia berakar pada Al-Qur’an dan Sunnah
Rosulullah SAW. Karena sangat penting dan menonjolnya kedudukan fiqih dalam
Islam. jika peradapan Islam bisa diungkapkan dengan salah satu produknya, maka
kita akan mengatakan dan menamakannya sebagai “peradapan Fiqih” sebagaimana
Yunani identik dengan “peradapan Filsafat” sebab filsafat merupak hasil
pemikiran orang Yunani. Bagi umat Islam, fiqih adalah perwujudan kehendak Allah
terhadap manusia yang berisi tentang perintah dan larangan, oleh sebab itu
banyak peneliti islam yang berkesimpulan bahwa tidak mungkin memahami islam
dengan baik dan sempurna tanpa pengetahuan komperhensif tenang Fiqih.[1]
Dalam islam
fiqih mempunyai dua fungsi, pertama sebagai hukum positif dan kedua sebagai standar
moral. Yang dimaksud sebagai hokum positif disina adalah bahwa fiqih berfungsi
seperi hokum-hukum positif lain dlam mengatur kehidupan manusia.sedangkan hukum fiqih sebagai standar moral adalah
fiqih mengatur bagaimana tatacara
berhubungan, baik secara
vertikal maupun horizontal. Disinilah letak titik perbadaan antara hukum yang
dipakai islam dan hukum yang dikembangkan di dunia barat.
B. Perbedaan antara
fiqh, ushul fiqih dan qowaidh fiqihyah
1. Fiqh
Kata
fiqh (fikih dalam bahasa Indonesia) secara etimologi artinyapaham, pengertian,
dan pengetahuan. Fiqh secara terminology adalah hukum syara’ yang bersifat
praktis (amalia) yang diperoleh dari dalil-dalil yang terperinci.
Kalau
fiqh dihubungkan dengan perkataan ilmu sehingga menjadi ilmu fiqh ilmu. Ilmu fiqh adalah ilmu yang
bertugas menentukan dan menguraikan norma dasar dan ketentuan yang terdapat
dalam al-qur’an dan sunnah nabi Muhammada SAW. Yang direkam dalam kitab-kitab
hadits. Dari pengertian diatas menunjukan antara fiqh dan syari’ah memiliki
mempunyai hubungan yang sangat erat, yaitu dapat dibedakan tetapi tidak dapat
dicaipisahkan. Kedua istilah dimaksud, yaitu (1) syariat islam dan (2) fikih
islam. Didalam kepustakaan hukum islam berbahasa ingris, syariat islam
diterjemahkan dengan Islamic Law, sedangkan
fikih islam diterjemahkandengan istilah Islamic
Jurisprudance. Antara syariah dan fiqh, terdpat perbedaan, yang apabila
tidak dipahami dapat menimbulkan kerancuan yang dapat menimbulkan sikap salah
kaprah terhadap fiqh.[2]
Fiqih
merupakan hasil intelektual fuqoha dan kebenaranya bersifat relative, sedangkan
syariah diturunkan oleh Allah, kebenaranya bersifat mutlak
2. Qowaidh
fiqiyah
Al-qowaidh
bentuk jamak dari kata qaidah (kaidah). Para ulama’ mengartikan qaidah secara
etimologis dan terminologis. Dalam arti bahasa, qaidah bermakna azaz, dasar,
atau fondasi, baik dalam arti yang konkret maupun yang abstrak, seperti
kata-kata qawa’id al-bait, yang berarti fondasi rumah, qowa’idh al-din yang
artinya dasar-dasar agama, dan qowa’id al-ilm yang bermakna kaidah-kaidah ilmu.
Arti ini digunakan dalam Al-Qur’an surat al-baqoroh ayat 127 dan surat an-nahl
ayat 26;
øŒÎ)ur
ßìsùötƒ
ÞO¿Ïdºtö/Î)
y‰Ïã#uqs)ø9$#
z`ÏB
ÏMøt7ø9$#
ã@ŠÏè»yJó™Î)ur
......
“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan
(membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail…”(Qs. Al-baqarah: 127)
ô †tAr'sù
ª!$#
OßguZ»uŠø^ç/
šÆÏiB
ωÏã#uqs)ø9$# ...
“…Maka
Allah menghancurkan rumah-rumah mereka dari fondasinya… (Qs. An-nahl:26).
Dari
kedua ayat diatas dapat disimpulkan jika pengertian qaidah adalah dasar azaz
atau fondasi, tempat yang di atasnya berdiri bangunan.
Para
ulama’ berbeda pendapat dalam mendefinisikan kaidah fiqih secara istilah, ada
yang meluaskan, pun ada pula yang mempersempitnya. Akan tetapi subtansinya
tetap sama. Sebagai contoh Abu Zahra mendefinisikan kaidah dengan; “kumpulan
hukum-hukum yang serupa yang kembali pada qiyas/ analogi yang mengumpulkanya”.
Al-jurjanji mendefinisikan kaidah fiqih dengan; “ketetapan yang kullih
(menyeluruh, general) yang mencakup seluruh bagian, bagianya. Sedangkan Ibnu
Abidin mendefinisikan; “sesuatu yang dikembalikan kepadanya hukum dan dirinci
dari padanya hukum”.[3]
Dari
definisi diatas tersebut, jelas bahwa kaidah itu bersifat menyeluruh yang
meliputi bagian-bagianya dalam arti bisa diterapkan kepada juz-juznya.
3. Ushul
fiqih
Ushul
fiqih adalah kaidah-kaidah yang digunakan sebagai alat untuk merumuskan
hukum-hukum syara’ dari dalil-dalilnya.
Kaidah
adalah rumusan umum yang mencakup dalam juz’iyah ketika menyelidiki
hukum-hukumnya. Ucapan kita “perintah
memiliki konskwensi wajib “ adalah kaidah umum yang tercakup dalam
firman-Nya;
#qßJŠÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨“9$# ..
“dan
Dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat”… (Qs.
Al-baqoroh:43)
÷÷
Demikian pula pada juz’iyzh yang lain. Kaidah-kaidah ini terdapat pada disiplin ilmu,
apabila ia digunakan untuk merumuskan hukum-hukum syari’iyah dari
dalil-dalilnya, maka itulah yang dinamakan ushul fiqih. Yang tidak termasuk
kaidah ini, adalah-kaidah yang digunakan untuk menjaga atau menggugurkan
(produk) hukum-hukum yang dihasilkan dan diperselisihka diantara imam. Kaidah
(seperti) ini disebut dengan ilmu khilaf (perbedaan pendapat. Demikian pula
kaidah-kaidah yang digunakan untuk mmpertahankan atau menjatuhkan suatu
pendapat, baik berupa hukum syara’ atau bukan; dan itulah yang disebut denga il
ilmu jadl (ilmu perdebatan).[4]
Dengan demikian di dalam hukum islam ada dua macam
kaidah, yaitu; pertama, kaidah kaidah ushul fiqih, yang kita temukan dalam
kitab-kitab ushul fiqih, yang digunakan untuk mengeluarkan hukum (takhrij al-ahkam) dari sumbernya,
Al-qur’an dan atau al-hadits. Kedua, kaidah-kaidah fiqih, yaitu kaidah-kaidah
yang disimpulkan secara general dari materi fiqih yang kemudian digunakan juga
untuk menentukan hukum dari kasus-kasus baru yang timbul, yang tidak jelas
hukumnya didalam nash.
Kaidah-kaidah ushl fiqih maupun kaidah-kaidah fiqih
sering juga disebut metodologi hukum islam, hanya saja kaidah-kaidah ushuk
sering digunakan untuk (takhrij al-ahkam)
yaitu mengeluarkan hukum-hkum dari dalil-dalil dari dalam Al-qur’an dan sunnah.
Sedangkan kaidah-kaidah fiqih sering digunakan di dalam tatbiq al-ahkam, yaitu penerapan hukum atas ksus-kasus yang timbul
di dalam bidang kehidupan manusia.[5]
Sumber:
[1]http://pondokmodernar-rosyid.blogspot.com/2012/03/kedududukan-fiqih-dalam-pemikiran-islam.html. 4/4/2013
[2] H.
zainuddin ali. Hukum islam. Hal.4
[3]
Jazuli A. Kaidah-kaidah Fikih. Hal. 4
[4]
Muhammad al-khudari biek. Ushuk fiqih. Hal. 19
[5]
Djazuli A. kaidah-kaidah fiqih. Hal. 4
Daftar pustaka:
1. H. zainuddin
ali. Hukum islam “pengantar ilmu hukum islam di Indonesia”, sinar grafika.
Jakarta. 2006
2. H. A. Djazuli.
Kaidah-kaidah fikih, kencana prenada media group. Jakarta. 2010
3. Syaikh Muhammad
al-khudhari biek. Ushul fikih, pustaka amani. Jakarta. 2007
No comments for "Kedudukan Fiqh Dalam Islam Serta Perbedaannya dengan Fiqh, Ushul Fiqih dan Qowaidh Fiqihyah"
Post a Comment
Berikan Komentarmu di Sini, Untuk Beropini, Bertukar Ide dan atau Sekedar Sharing..