Jomblo dalam Perspektif Ilmu Sosial
Selalu menarik membincangkan jomblo, “spesies” satu ini jika
diperhatikan selalu mengundang tanda tanya. jomblo dalam perspektif ini akan
kita kupas dari berbagai aspek, sehingga harapanya akan mendapat gambaran yang
utuh. Jomblo, ya saya kira tidak perlu didefinisikan lagi, semua orang pasti
sudah tahu apa, bagaimana dan mengapa jomblo itu. Jomblo dalam perspektif ilmu sosial kami bahas dalam dua kerangka, yaitu yang pertama faktor-faktor yang menyebabkan seseorang memilih untuk menjomblo, dan yang kedua hubungan antara jomblo dan perspektif ilmu sosial. Untuk mempermudah
pembahasan kita kali ini, agar tidak terjadi pembiasan makna, maka perlu adanya
definisi yang jelas.
![]() |
Sumber gambar: Pixabay.com |
Jomblo dalam Perspektif Sosial
Jomblo, atau single dalam bahasa ingris, merupakan kata yang digunakan untuk menjelaskan kondisi dimana seseorang yang tidak memiliki teman kencan lawan jenis yang dimaksudkan untuk saling memberi kasih sayang, perhatian, dan lain-lain. Dalam makna yang lain, jomblo dimaknai sebagai keadaan yang sangat memprihatinkan, oleh karena itu dalam makna yang kedua ini, jomblo biasanya digunakan sebagai bahan ledekan, atau bahkan sebagai bahan untuk merendahkan seseorang.
_______________________________________________
Baca Juga: 6 HAL YANG BIKIN JOMBLO TETAP BAHAGIA
-----------------------------------------------------------------
Stereotype “negative” pada jomblo, dikarenakan adanya pandangan satu
kondisi yang dianggap lebih baik dari pada kondisi yang lainnya. Berpasangan,
atau memiliki pacar dianggap sebagai sesuatu yang lebih memiliki “kebanggaan”
dibanding dengan orang yang tidak memiliki pacar. Namun tidak jarang sapaan
jomblo, “mblo”, hanya sebagai alat untuk pengikat suatu hubungan antar teman,
hal ini dapat dijelaskan sebagaimana kata “jancok” dalam masyarakat jawa timur,
yang kadang dimaknai negative, dan tidak jarang digunakan untuk sapaan akrab
antar teman.
Dalam artikel ini yang dimaksud dengan jomblo adalah seseorang yang
masih lajang, belum memiliki kekasih yang berusia remaja (SMP/SMA), atau dewasa
awal, kisaran usia mahasiswa. Walaupun pada kenyataanya, diusia-usia yang sudah
matang, masih terdapat seseorang yang memutuskan untuk menjomblo.
Faktor-faktor Seseorang Menjomblo
Ada dua faktor dominan yang diyakini menentukan mengapa seseorang masih
menjomblo, sebagaimana berikut;
1.
Nasib
Sedikit
sekali jomblowers yang mengakui fenomena ini, hal ini dikarenakan jomblo jenis
ini dianggap sebagai tingkat jomblo yang paling mengenaskan, dimana dia tidak
lagi dapat berupaya untuk merubah status kejombloannya. Biasanya jomblo jenis
ini tidak memiliki faktor-faktor pendukung untuk mendapatkan cinta lawan jenis,
kecuali jika ada keberuntungan.
Faktor-faktor
pendukung disini adalah suatu keberuntungan yang diperoleh seseorang, misalnya
wajah yang rupawan, tinggi semampai, body sempurna, banyak harta, pintar, dan
punya hal-hal lain yang dapat menarik perhatian lawan jenisnya.
2.
Pilihan
Jomblo
jenis ini memiliki banyak faktor untuk hanya sekedar mendapatkan pasangan,
namun dia lebih memilih untuk tidak berpacaran, alias menjomblo. Ada beberapa
hal yang menjadi pertimbangan bagi mereka, sebagai berikut;
I. Ideologis
Ada
banyak hal yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan seseorang, diantaranya
adalah adanya keyakinan akan sesuatu hal yang dianggap benar. Seseorang yang
mengambil keputusan untuk menjomblo akibat adanya kepercayaan pada sesuatu yang
lebih baik, karena adanya dogma/ajaran yang mengajarkannya untuk tidak
melakukan hal-hal yang tidak diperbolehkan. Misalnya dalam ajaran agama islam
yang secara terang tidak memperbolehkan seseorang mendekati zina, dalam hal
ini, berpacaran merupakan hal yang dianggap dapat mendorong kepada suatu
kema’syiatan, zina, maka secara ideologis seseorang memilih untuk menjomblo
daripada berdosa karena melakukan perilaku mendekati zina.
II. Merasa Beresiko
Seorang
pemuda yang memilih untuk menjomblo, boleh jadi dia merasa riskan untuk
mengambil resiko untuk memiliki pasangan dikarenakan dia masih ragu akan
ketidakpastian masa depan, oleh karena itu dia memilih untuk mencapai titik
nyamannya untuk kemudian baru mengambil tanggung jawab yang lebih besar,
menikah.
III. Idealisme
Ada
banyak kasus kita temui ternyata seseorang mengambil keputusan untuk menjomblo
tidak hanya karena sikap pasrahnya kepada ajaran agama, atau ketidak beranian
seseorang untuk mengambil resiko. Ada beberapa bukti yang menunjukkan bahwa
keputusan menjomblo diambil karena dia memegang idealism yang sangat tinggi.
Dalam suatu perjuangan kemerdekaan, kita kenal pemuda bernama Muhammad hatta
(bung hatta) yang memilih untuk menjomblo sebelum negaranya merdeka dari
penjajahan, kolonialisme. Ini menunjukkan betapa idealisme seorang pemuda dapat
menjadi faktor kuat seseorang memilih untuk menjomblo. Dan sikap ini adalah
sikap terbaik yang perlu kita apresiasi, atas pengorbananya kepada halayak
banyak.
Teori Hegemoni[1]
Hegemoni merupakan teori yang dikembanngkan oleh Antonio gramsci, teori
ini digunakan untuk melihat bagaimana relasi antara penguasa dengan rakyat.
Antara kelompok dominan dengan kelompok subordinat. Secara sederhana hegemoni
merupakan bentuk penguasaan terhadap kelompok tertentu menggunakan kepemimpinan
intelektual sedemikian rupa sehingga kelompok yang terhegemoni menerima secara
konsensus nilai-nilai ideologi penguasa.
_________________________________________
Baca Juga: KONSEP DINAMIKA KEBUDAYAAN
----------------------------------------------------------
Salah satu kekuatan hegemoni adalah bagaimana hegemoni menciptakan cara
berfikir atau wacana tertentu yang dominan, yang dianggap benar sementara
wacana lain dianggap salah. Media secara sedemikian rupa telah menjadi alat
untuk menyebarkan wacana tersebut sampai meresap dalam pemikiran khalayak
banyak sehingga menjadi konsensus bersama.
Teori hegemoni menekankan bahwa dalam lapangan sosial selalu terjadi
perebutan penerimaan publik, kelompok dominan menyebarkan ideology /
kebenarannya agar diterima dalam nalar awam, tanpa perlawanan.
Mari Kita Lihat Fenomena Jomblo Dari Kaca Mata Ilmu Sosial
Dalam era modern sampai saat ini, budaya pop menjadi budaya yang paling
laku dijual sebagai gaya hidup, semisal Industri music cengeng, music pop,
musik yang berbicara tentang masalah cinta (pacaran, perselingkuhan, diputusin
pacar, sakit hati, dll.), budaya barat, fashion, gaya hidup, industri makanan
cepat saji, dan budaya pop lainnya.
Pacaran merupakan budaya popular, hampir semua anak muda pasti
berpacaran. Budaya pacaran menjadi budaya yang paling dominan menyebar dalam
masyarakat, seiring juga banyaknya media visual yang menayangkan konten - konten
pacaran, dan pada akhirnya budaya pacaran dianggap sebagai hal yang biasa, prilaku
yang wajar, atau bahkan sampai dianggap sebagai prilaku yang seharusnya
dilakukan remaja, dan sering kali remaja yang tidak melakukan aktifitas pacaran
dianggap sebagai remaja yang tidak gaul, aneh dan lain sebagainya.
___________________________________________________
-----------------------------------------------------------------------
Adanya paham yang dipegang menjadi paham arus utama, akan membuat asumsi
adanya paham lain adalah salah. Sehingga paham yang muncul diluar, atau menyeleweng
dari paham arus utama dianggap salah. Selanjutnya paham dominan akan terus
mereproduksi wacana untuk menghegemoni, dan menghilangkan paham lain.
(sebagaimana kita melihat dan mendengar jomblo sering dibully. Orang yang membully
adalah merupakan korban hegemoni budaya barat, atau budaya lainnya yang
menganggap pacaran itu sesuatu yang wajar).
Disinilah jomblo dapat kita lihat perannya, jomblo adalah seseorang yang
beruhasa melawan budaya popular yang mendominasi kebudayaan masyarakat,
hegemoni budaya modern ini tidak sanggup melumpuhkan idealisme para “jomblowers”.
Karena bagi mereka jomblo merupakan sebuah paham yang luhur, dimana mereka
memilih untuk menjomblo dari pada ikut larut dalam kebudayaan yang
menjerumuskan, kebudayaan buruk masyarakat modern, yang berasal dari kebudayaan
barat. Maka kemudian, sejauh jomblo memiliki prinsip, maka tidak ada yang salah
dengan jomblo.
Sebagai penutup, setelah perang dunia ke-II dan perang
dingin, perang yang selanjutnya terjadi adalah perang kebudayaan, yang mana kebudayaan yang satu berusaha untuk menghegemoni kebudayaan yang lain,
kebudayaan yang lebih besar berhadapan dengan kebudayaan yang lebih kecil. Indonesia
sebagai kebudayaan yang lebih kecil berhadapan dengan kebudayaan masyarakat
dunia modern, dan pada hari ini kita lihat betapa rapuh kebudayaan Indonesia jika
dihadapkan dengan kebudayaan masyarakat modern/masyarakat barat.
[1] id.m.wikipedia.org/wiki/hegemoni_media_massa
No comments for "Jomblo dalam Perspektif Ilmu Sosial"
Post a Comment
Berikan Komentarmu di Sini, Untuk Beropini, Bertukar Ide dan atau Sekedar Sharing..