MENJADI KARTINI DI ERA MILENIAL
Hari Kartini 21 April |
Bagaimana menjadi Kartini di era milenial?. Membahas
Studi tentang perjuangan perempuan di Indonesia, maka kita akan membahas
seorang tokoh yang sangat terkenal di Indonesia, entah kenapa ketokohan
perempuan satu ini bahkan mengalahkan tokoh-tokoh perempuan lain dalam masa
perjuangan Indonesia di masa lalu. Tidak kita pungkiri bahwa R. A. Kartini adalah
termasuk salah satu tokoh perjuangan, emansipasi, juga pendidikan dan lain-lain.
Usaha yang beliau lakukan merupakan bagian dari keprihatinan beliau terhadap
kesengsaraan rakyat Indonesia yang saat itu dijajah oleh pemerintahan kolonial
Belanda.
Melalui
surat-suratnya yang dibukukan oleh JH Abendanon dengan judul “Door Duisternis tot Licht”, lalu
diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan judul “habis gelap, terbitlah
terang”, kita mengetahui bagaimana perjuangan kartini untuk bangsa Indonesia,
yang sebagian besar perjuangannya adalah tentang perempuan Indonesia. Kartini
mengisahkan dalam surat-suratnya tentang wanita jawa yang saat itu masih sangat
terbelakang, hal ini dikarenakan mereka terbelenggu oleh aturan-aturan, adat,
dan norma-norma yang menganggap perempuan statusnya lebih rendah jika
dibandingkan dengan kaum laki-laki. Hal ini bahkan juga masih kita temukan pada
hari ini, dengan masih hidupnya cara pandang masyarakat mengenai wanita yang
berkisar antara “macak, masak, manak”[1],
falsafah ini setidaknya masih bisa kita temui digunakan oleh masyarakat
pedesaan. Akhirnya membuat perempuan dalam masyarakat tersebut terbatas
aksesnya dalam dunia pendidikan, yang selanjutnya juga akan berpengaruh pada kehidupannya
dimasa yang akan datang.
Baca Juga: PETANI DAN KESEJAHTERAANNYA
Perjuangan
kartini dalam mengangkat kehormatan perempuan terlihat dari konsennya untuk
program bebas buta pendidikan yang dibuatnya, selain itu beliau juga mendirikan
sekolah yang khusus bagi perempuan, agar perempuan dapat setara haknya dalam
menempuh pendidikan, seperti kaum laki-laki. Berkat jasanya dalam
memperjuangkan hak perempuan, pada tanggal 21 april dijadikan sebagai
peringatan hari kartini dengan SK Presiden RI nomor 108, 2/5/1964[2].
Semarak
perayaan hari kartini pun disiarkan diberbagai media televisi, media cetak
ataupun media online lainnya. Perayaan inipun digelar mulai dari tingkat pemerintahan
sampai kepada sekolah - sekolah. Namun seringkali perayaan hari kartini sebagai
tokoh kesetaraan gender, tokoh yang mengangkat martabat wanita Indonesia,
justru hanya dirayakan dengan berbagai kontes kecantikan, kontes baju kebaya
dan kontes – kontes yang yang sesungguhnya telah tidak lagi sesuai dengan cita
– cita kartini.
Peringatan
hari kartini yang sesungguhnya adalah diharapkan dapat membuat wanita-wanita di
Indonesia dapat mencontoh teladan dari kartini dengan melakukan gerakan-gerakan
keperempuanan, gerakan - gerakan sosial dan gerakan - gerakan kesetaraan
lainnya, atau sekedar berpikir kritis terhadap realitas diri dan lingkungan
sosialnya, justru dinodahi dengan kontes - kontes kecantikan yang sesungguhnya
kita telah mundur ratusan tahun yang lalu, dimana wanita hanya diukur dari
bagaimana dia berdandan, bagaimana dia membuat makanan, dan bagaimana dia
memberikan keturunan, atau dalam istilah lain wilayah perempuan adalah di “sumur, dapur, dan kasur”. Dan mirisnya lagi kemunduran tersebut dirayakan dengan sorak gembira, dan
seolah- olah menjadi acara yang ditunggu - tunggu kehadirannya.
Baca Juga: JOMBLO DALAMM PERSPEKTIF
Sesungguhnya,
di era digital ini banyak sekali tokoh-tokoh wanita yang patut kita jadikan
sebagai figur untuk dicontoh bagi kartini - kartini milenial, sebut saja susi
pudjiastuti, seorang pengusaha dan juga sebagai menteri yang terkenal dengan
ketegasannya[3],
beliau juga sempat mendapat penghargaan seafood
champion award dalam acara seaweb
seafood summit pada juni 2017 di amerika serikat. Sri Mulyani yang bahkan
perna dinobatkan sebagai menteri keuangan di asia pasifik tahun 2018 versi
majalah keuangan, finanAsia.[4]
Dian pelangi, seorang wanita muda yang berbakat, Najwa sihab, seorang
jurnalis dan presenter yang cerdas, dan bahkan ada juga perempuan muda yang
menjabat salah satu partai yang akan mengikuti pemilu tahun depan, dan masih
banyak tokoh dan aktifis perempuan lainnya.
Saat
ini “kartini-kartini” berubah menjadi apatis, digerus oleh industry - industri musik
popular, musik cengeng, musik percintaan, dan lain-lain. Belum lagi industri
film, makanan dan fashion, yang merubah kartini menjadi konsumtif, dan bahkan
terkesan hedon. Bagaimana seharusnya kartini-kartini yang semakin tergerus oleh
peradaban konsumtif era milenial harus bersikap?
Kartini Harus Mampu Mengungkapkan Aspirasi
Di
Indonesia perempuan memang kurang diperhatikan oleh masyarakat, terbukti juga
quota perempuan dalam pemerintahan belum sepenuhnya terpenuhi.[5]
Seolah-olah masih ada konsep yang berkembang dalam pemikiran orang Indonesia
bahwa perempuan adalah mahluk “kelas dua”, dimana wanita tidak bisa mengambil
keputusan strategis dalam keluarga, hal ini menyusul juga budaya kebanyakan
masyarakat Indonesia yang melihat wanita tidak bisa, atau lebih ekstrim, tidak
boleh menggantikan posisi laki-laki dalam menopang ekonomi keluarga.
Hal
tersebut di atas tentunya tidak berlaku di dalam masyarakat perkotaan, walaupun
demikian dapat kita lihat bahwa posisi perempuan dibanding laki-laki tetap
tidak jauh berbeda, terbukti dengan sedikit sekali keluarga yang dengan senang
hati bertukar posisi sebagai tulang punggung keluarga, misalnya “ayah mengasuh
anak, dan ibu yang mencari nafkah”, hal ini pula-lah yang menjadi salah satu
penyebab wanita dinomor duakan.[6]
Di
era digital seperti saat ini sebenarnya perempuan dapat dengan mudah
menyalurkan bakat, minat, dan sampai kepada pemikiran-pemikirannya. Begitu
banyak media yang dapat digunakan wanita, baik secara nyata, secara langsung
maupun disampaikan melalui dunia maya (internet).
Di Indonesia, untuk menyampaikan
aspirasi secara langsung memang dibutuhkan proses yang panjang, yang tidak
memungkinkan seorang masyarakat biasa dapat menyampaikan aspirasinya dengan
mudah, namun hal ini agaknya sangat berbeda jika aspirasi disampaikan melalui
dunia maya, yang nyatanya dunia maya juga menjadi realitas bagi masyarakat
Indonesia. Dengan kata lain bisa kita
katakan bahwa dunia maya “sama nyatanya” dengan “dunia nyata”.
Baca Juga: DEFINISI KIRI SEBAGAI KONSEP PEMIKIRAN
Di
dunia maya aspirasi dapat dengan mudah disampaikan, tanpa regulasi yang rumit
dan dapat dilakukan oleh siapapun. Di era digital seperti sekarang ini,
aspirasi masyarakat dapat dilakukan dengan menjadi pembuat konten di internet,
baik sebagai blogger, youtuber, atau bahkan hanya sekedar menjadi netizen
biasa. Kenyataan bahwa hampir setiap orang memiliki account media sosial, tidak ketinggalan juga presiden, menteri,
DPR, dan lain-lain, membuat aspirasi perempuan lebih muda disampaikan, walaupun
tidak menutup kemungkinan aspirasinya tidak begitu saja akan didengar.
Berkipra dalam Ekonomi Keluarga dan Masyarakat
Dalam
rangka membuktikan kapasitas diri, kartini harus mandiri secara finansial,
dengan berbagai bidang yang menjadi keunggulan diri masing-masing. Misalnya
jika kita hobi menulis, maka kita bisa menjadi seorang penulis professional,
atau sekedar menjadi penulis blog pribadi. Dan jika kita pedagang, maka kita
bisa untuk berdagang berbagai kebutuhan, dengan platform online atau ofline. Dan jika kartini adalah seorang
yang memiliki kreatifitas tinggi dibidang pembuatan video, maka kartini bisa
mencoba untuk membuat konten youtube. Dan berbagai kopetensi lainnya yang dapat
dilakukan di era milenial seperti sekarang ini, yang jika dilakukan secara
professional besar kemungkinan akan mendatangkan pundi-pundi rupiah.
“Belum lama ini, viral berita
tentang guru PNS ramai-ramai menggugat cerai suaminya, setelah ditelisik
ternyata salah satu penyebab maraknya istri menceraikan suaminya adalah
permasalahan ekonomi, penghasilan istri lebih besar dari pendapatan suami.[7]
Dari cerita tersebut dapat kita ambil hikmahnya, bahwa walaupun kartini telah
mandiri secara finansial jangan sampai membawa sikap yang arogan terhadap
suami, dan tetap harus mampu merawat hubungan keluarga”.
Bersosialisasi dan Menjadi Pribadi Yang Lebih Baik
Dinamika
masyarakat akan selalu ada, karena itu adalah syarat dari adanya suatu
kemajuan. Belakangan mulai keluar kepermukaan “gaya berpakaian” wanita yang
menutup semua bagian tubuhnya, yang hanya menyisahkan telapak tangan dan mata
saja yang bisa dilihat orang lain, dan style
berpakaian seperti ini cukup ngetren di kalangan wanita - wanita muslim.
Jika
kita lihat lagi, cara berpakaian seperti itu adalah tradisi masyarakat Arab,
yang sah-sah saja bila muslimah Indonesia menggunakan tradisi ini untuk dijadikan
sebagai bagian tradisinya, karena itu adalah wujud dari ekspresi dan merupakan
bagian dari keyakinannya. Namun kemudian yang perlu kita jadikan perhatian
adalah, jangan sampai muslimah-muslimah yang berhijab menjadikannya terlalu
terkekang, dan menjadi anti-sosial.
Kartini
harus senantiasa bersosialisasi untuk menjadikannya memiliki pemikiran yang
tebuka. Semakin banyak kita bersosialisasi dengan orang-orang dari berbagai
latar belakang, semakin kaya juga pengetahuan dan pemikiran kita, tidak berkutat
hanya pada satu kebenaran pribadi dan atau kelompoknya saja.
Menjadi Calon Ibu dan Istri Yang Baik Untuk Keluarga
Sudah
menjadi sunnahtulloh bahwa perempuan
adalah calon ibu, dan akan melahirkan anak-anaknya, maka seorang perempuan
harus bersiap untuk hal-hal tersebut. Ibu adalah orang yang paling sering
bercengkramah dengan anak-anaknya, dan ibu akan menjadi contoh dan panutan bagi
calon anaknya. Oleh karena itu perempuan harus senantiasa belajar untuk dapat
mendidik, dan menjadi guru pertama bagi anak-anaknya. Putra yang soleh, dan
putri yang sholeha merupakan tanggung jawab kedua orang tuanya, mereka harus
memastikan bagaimana mendidik, membiasakan putra-putrinya untuk bersikap baik,
dan berakhlak sedari dalam rumahnya. Karena jika dalam rumah anak sudah
dibekali dengan ahlak baik, maka insya alloh anak akan terhindar dari pergaulan
yang tidak baik di luar rumah.
Baca Juga: GERAKAN SOSIAL BARU
Selain
menjadi ibu yang baik bagi anak-anaknya, seorang perempuan juga harus berusaha
menjadi seorang istri dalam keluarganya, untuk membangun keluarga yang sakinah
mawadah wa rahmah. Seorang istri juga harus menyiapkan diri, jika sang suami
tidak lagi bisa bekerja, maka seorang istri harus mampu menggantikan suami
untuk menjadi tulang punggung keluarga, oleh karena itu seorang kartini harus multi-tasking, mampu mengerjakan
berbagai hal.
Kesimpulan
Dari
uraian di atas, Kartini pada zaman sekarang harus mempu mengidentifikasikan
antara kebutuhan dan keinginan. Mana kebutuhan yang harus dipenuhi, dan mana
keinginan yang tidak harus dipenuhi. Jika kartini tidak mampu
mengidentifikasikan kebutuhan dan keinginan, maka kartini hanya akan menjadi
korban produk-produk kecantikan, produk fashion, produk industry music,
makanan, serta industry film pop dan lain-lain.
Negara
yang kuat dibangun dari perempuan-perempuan yang luar biasa, bagaimana
perempuan dapat memahami tugas pokoknya dalam membangun keluarga, bangsa dan
Negara adalah kunci bagaimana peradaban suatu Negara tersebut akan terbentuk.
Oleh karena itu, perempuan-perempuan saat ini, harus mampu mengungkapkan
pendapat dihadapan public, mandiri secara finansial dan kepribadian, dan
senantiasa menjadi pribadi yang lebih baik, serta mampu keluar dari
stigma-stigma –baik stigma lingkungan,
atau stigma yang berada dalam pikirannya sendiri– yang membatasi dan
mengekang kreatifitas dan produktifitasnya.
Gambar hanya sebagai ilustrasi
Sumber Gambar: Diolah dari Goolge.com
[1] Sudrajad, Kartini: Perjuangan dan Pemikirannya
[2] Ibid,,
[3] walaupun sempat berpolemik dengan para nelayan di pesisir utara laut jawa, namun kita tidak sedang membicarakan persoalan itu.
[4] Info grafis IG @mojokdotco
[5] https://tirto.id/kuota-30-perempuan-di-parlemen-belum-pernah-tercapai-cv8q
[6] Kasus ini juga kadang disebabkan oleh kaum laiki-laki yang tidak siap dijadikan ayah rumah tangga
[7] https://www.jawapos.com/radarsurabaya/read/2017/09/20/14675/guru-perempuan-ramai-ramai-gugat-cerai-suami
Gambar hanya sebagai ilustrasi
Sumber Gambar: Diolah dari Goolge.com
[1] Sudrajad, Kartini: Perjuangan dan Pemikirannya
[2] Ibid,,
[3] walaupun sempat berpolemik dengan para nelayan di pesisir utara laut jawa, namun kita tidak sedang membicarakan persoalan itu.
[4] Info grafis IG @mojokdotco
[5] https://tirto.id/kuota-30-perempuan-di-parlemen-belum-pernah-tercapai-cv8q
[6] Kasus ini juga kadang disebabkan oleh kaum laiki-laki yang tidak siap dijadikan ayah rumah tangga
[7] https://www.jawapos.com/radarsurabaya/read/2017/09/20/14675/guru-perempuan-ramai-ramai-gugat-cerai-suami
No comments for "MENJADI KARTINI DI ERA MILENIAL"
Post a Comment
Berikan Komentarmu di Sini, Untuk Beropini, Bertukar Ide dan atau Sekedar Sharing..