Catatan Hitam Dunia Pendidikan
Pendidikan merupakan hal pokok bagi manusia, semua hal yang
dilakukan manusia selalu diawali dengan proses pendidikan, mungkin oleh sebab
itu juga muncul istilah pendidikan sepanjang hayat, pentingnya pendidikan juga termaktub
dalam agama islam yang menyebutnya sebagai pendidikan dari buaian sampai liang
lahat. Dalam pengertian ini pendidikan berlangsung sepanjang hayat, dari mulai
lahir sampai dengan ajal menjemput.
Catatan Hitam Pendidikan
Barang kali hal yang tidak diajarkan kepada manusia namun kita tetap bisa melakukannya hanyalah hal-hal yang bersifat insting, sesuatu yang secara alami akan kita lakukan tanpa adanya suatu pengenalan. Misalnya ketika bayi baru dilahirkan mereka akan segera dapat mengenali putting ibunya, dan segera mereka akan menyusu. Dan hal-hal yang bersifat insting lainnya. Selain itu, maka pendidikan memberikan peran penting bagi manusia.
Dari uraian singkat di atas, menunjukkan betapa pentingnya
pendidikan bagi manusia. Tanpa pendidikan tentu manusia akan kesulitan dalam
beradaptasi dengan lingkungannya. Tanpa pendidikan yang benar, manusia mungkin
juga akan kehilangan rasa kemanusiaanya, mungkin hal itu juga yang membuat
manusia kadang lebih kejam dari binatang terkejam di muka bumi ini.
Pendidikan Menurut Ki Hajar Dewantara
Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan adalah merupakan daya-upaya
untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti, pikiran, dan tubuh anak, dalam
rangka kesempurnaan hidup dan keselarasan dengan dunianya.[1]
Gambaran besar dari pendidikan yang diusung oleh ki hajar dewantara adalah tiga
hal di atas, yakni pertama budi pekerti, yaitu ekspresi-ekspresi manusia yang
berupa tindakan, perkataan, dan sikap. Pendidikan seharusnya dapat membentuk
manusia menjadikan manusia yang berkarakter, dan bertanggung jawab.
Kedua, pikiran. Dilain penguatan karakter dan sikap,
pendidikan harus mengantarkan anak untuk meningkatkan kognisi, atau
pengetahuannya. Tidak sekedar hanya menghafalkan materi-materi, pendidikan
harus memberikan kemampuan siswa untuk menalar, mengkritisi, menganalisis, cara
berfikir dan seterusnya.
Ketiga, tubuh. Sebagaimana dalam kutipan yang sangat terkenal
“di dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang kuat”, pendidikan harus
memfasilitasi peserta didik untuk meningkatkan kemampuan psikomotornya. Selain
itu, pengetahuan akan tubuh, fungsi-fungsi tubuh dan hakikat tubuh juga menjadi
sangat penting untuk disampaikan, agar siswa mampu mengendalikan dorongan dari
ID, Ego, dan Superego.
Dari sini dapat kita katakana bahwa pendidikan adalah upaya
manusiawi dalam meningkatkan kognisi, sikap dan psikomotor anak. Dalam banyak
kasus pendidikan kadang hanya sesuatu yang bersifat formalitas, sibuk dengan
hal-hal yang tidak memberikan dampak bagi perkembangaan anak, dan melupakan
tujuan sebenarnya dari proses pendidikan.
Raport Merah Dunia Pendidikan
Membangun dunia pendidikan memang tidak semudah membalikkan
telapak tangan, banyak hal yang harus dikonsolidasikan, dan dikompromikan. Apa
lagi Indonesia yang notabene adalah merupakan negara yang memiliki banyak suku
dan kebudayaan yang berbeda-beda, hal ini juga membuat adanya banyak hal yang
harus dikompromikan dengan nilai dan norma-norma yang ada.
Selain hal-hal tersebut di atas, dunia pendidikan juga sering
kali tersandung dengan kepentingan-kepentingan para petinggi, sehingga
pendidikan tidak memiliki program jangka panjang. Target ketersampaian sebuah
pendidikan terus berubah seiring sejalan dengan menteri yang diangkat, dan
seterusnya. Hal ini juga membuat pendidikan tidak memilli tujuan jangka
panjang, misalnya “20 tahun kedepan pendidikan harus seperti apa dan
bagaimana?” Inidonesia belum memiliki hal itu.
Beberapa Catatan Hitam Dunia Pendidikan Antara Lain;
Mata Pelajaran Sebagai Tolak Ukur
Setiap anak memiliki kemampuan yang unik dan berbeda dengan
anak yang lain, boleh jadi anak memiliki kemampuan yang baik diluar mata
pelajaran yang diajarkan disekolah, pendidikan tidak melihat hal ini sebagai
hal yang serius dan fundamental. Pendidikan hendak menyamakan bakat yang
dimiliki setiap anak, tentu hal ini tidak mungkin. Ibarat kata dalam satu kelas
terdapat “monyet, ikan, gajah, sapi, kuda, dan lain-lain” lalu kita mengajari
mereka memanjat, dan menilai mereka dengan kemampuan memanjatnya.
Tentu hal itu tidak bijak, karena jika hanya dinilai dengan
indicator memanjat, monyetlah yang akan lebih lihay dalam persoalan tersebut.
Termasuk misalnya ada anggapan yang jamak dimiliki orang, bahwa anak IPA
dianggap lebih pintar dari anak IPS, dan lain-lain.
Pelajaran Terlalu Banyak
Mata pelajaran dalam jenjang pendidikan formal memang tidak
sedikit, dan anehnya siswa diharuskan untuk menguasai itu semua, mulai dari
ilmu seni, ilmu sosial dan ilmu alam, dan satu lagi, olah raga. Ada nilai
minimal yang harus dituntaskan oleh setiap siswa, jika tidak maka siswa harus
mengulang sampai tuntas.
Kita terlalu banyak memberikan beban kepada siswa yang
sebenarnya bahkan tidak mungkin dikuasai gurunya yang notabene telah melampai
semua jenjang pendidikan. Saya teringat dengan guru fisika saya dulu saat masih
duduk di sekolah menengah. Saat itu terjadi peleburan mata pelajaran rumpun
ipa. Oleh karena itu guru fisika harus juga mengajar biologi, dan tidak lama
setelah kebijakan itu di implementasikan di sekolah, di dalam kelas guru saya
mengatakan hal yang menyadarkan nalar sehat, “saya orang fisika, tidak bisa
mengajar biologi”.
Dari sini kita dapat setidaknya mengambil hikmah bahwa,
sesuatu yang bahkan tidak mungkin dikuasai guru, kenapa terlalu kita paksakan
kepada siswa.
Fokus Pada Sistem Hafalan
Inilah yang diajarkan dibanyak sekolah, guru hanya mengajarkan
pengetahuan, tidak mengajarkan cara mencari tahu. Pendidikan kita saat ini
hanya mengajarkan tentang menghafal materi[2],
sehingga saat keluar dari jenjang pendidikan anak akan gagap menghadapi dunia
nyata yang kebanyakan sangat berbeda dengan dunia akademik.
Seharusnya pendidikan mengajarkan bagaimana cara berfikir,
sistematika berfikir, pendidikan kritis, yang banyak mempertanya tentang banyak
hal, sehingga siswa akan terbiasa mencari pengertiannya sendiri seputar
persoalan-persoalan yang akan dihadapinya kelak.
Minim Keterampilan
Di dunia nyata, keterampilanlah yang lebih besar akan
dibutuhkan untuk survive. Teori-teori Dalam dunia pendidikan akan sedikit
sekali yang dapat digunakan untuk bertahan hidup, akar kuadrat misalnya tidak
akan digunakan dalam dunia perdagangan, rumus energy potensial tidak akan
berguna bagi masyarakat pada umumnya, dan lain-lain.
Pendidikan di Indonesia seolah selalu dibenturkan dengan
“sekolah ya mencari ilmu”, dan melupkan dunia praktis, praktek-praktek dalam
bermasyarakat, dan praktek-praktek bertahan hidup. Oleh sebab itu life skill
sangat diperlukan untuk menghadapi dunia nyata.
Bagaimana setiap keluar dari jenjang pendidikan menengah dan
perguruan tinggi setiap individu sudah harus memiliki bekal untuk menghadapi
dunia nyata, siap bekerja, baik menciptakan kerja sendiri atau bekerja kepada
orang.
Dialog
Jika kita mengamati penddidikan yang digagas oleh ki hajar
dewantara tentu kita akan menemukan sebenarnya kita telah jauh melenceng dari
pemikiran para peletak batu pertama dunia pendidikan tersebut. Pendidikan
seharunya mampu menjadikan siswa sebagai subyek realitas yang memiliki otonomi
intelektual, eksistensial, dan otonomi dalam aspek batiniahnya.[3]
Otonomi intelektual dimaksudkan agar individu terbebas dari
belenggu kebodohan kognisi, yang selanjutnya mendorong otonomi eksistensial.
Otonomi eksistensial dimaksudkan agar individu mampu membangun kesadaran akan
hak asasi kemanusiaan yang bermartabat dan luhur, berfikir kritis terhadap
realitas yang membelenggu dirinya. Selanjutnya otonomi eksistensial membuat
individu tidak teralienasi dari masyarakat, memiliki kejelasan orientasi dan keperpihakan.
Otonomi dalam aspek bathiniah menandaskan setiap produk pendidikan “individu” harus memiliki kesadaran akan posisinya dalam masyarakat, memiliki kesadaran tentang kondisi masyarakat, dan Saling menghormati nilai-nilai kemanusiaan.
Dari uraian di atas, setidaknya dapat kita simpulkan bahwa
pendidikan tidak hanya semata-mata formalitas untuk mendapatkan selembar kertas
ijazah. Pendidikan adalah upaya sadar untuk memberikan, dan memfasilitasi
individu untuk dapat mengembangkan dirinya yangpaling otentik. Pendidikan diberikan
tanggung jawab untuk membantu setiap individu menemukan “dirinya”, dan
selanjutnya menjadikan versi terbaik dari setiap individu tersebut.
Dunia pendidikan saat ini yang terlalu banyak beban pelajaran
yang harus diselesaikan siswa tidak membuat siswa semakin jenius, sebaliknya
justru para siswa tidak akan mampu menyerap setiap pelajaran yang diberikan. Kedepan
pendidikan seharusnya tidak perlu lagi terlalu banyak mata pelajaran, seperti
halnya di perguruan tinggi. Selain mata pelajaran bahasa, matematika dan agama,
siswa sehaarusnya juga diberikan kebebasan dalam memilih mata pelajaran yang
hendak mereka tekuni sebagai basis keilmuan.
Selain ilmu-ilmu yang diajarkan kedepan, metode dalam mengajar juga akan sangat mempengaruhi kemampuan siswa. Guru yang terlalu menitik beratkan pembelajaran pada system belajar menghafal, tentu saja sudah harus beralih kepada pembelajaran yang bertipe saintifik, bagaimana siswa memiliki kecakapan dalam berfikir, bagaimana siswa mampu menganalisis, dan bagaimana siswa memiliki kemampuan berfikir sistematis merupakan proyeksi pendidikan dimasa depan. Kemampuan individu dalam mengkritisi segala hal diharapkan mampu mendoorong mereka untuk memiliki otonomi baik intelektual, eksistensial, dan otonomi dalam aspek bathiniahnya.
Gambar Hanya Ilustrasi
Sumber Gambar: https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQ1-ydNzWNGcmJmlCeqvSZRovYeprZFEes0NjgkIZ_IBKWjKjLo
[1] Dewantara, Ki Hadjar. 1962.
Karja I (Pendidikan). Pertjetakan Taman Siswa, Jogjakarta, hal. 14-15.
[2] https://news.okezone.com/read/2016/05/04/65/1380305/siswa-indonesia-hanya-fokus-menghafal dan https://kumparan.com/bob-bimantara/problematika-pendidikan-kebanyakan-menghafal-sampai-apbn-yang-tak-optimal
[3] Bartolomeus Samho, dan Oscar
Yasunari, Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara Dan Tantangantantangan
Implementasinya Di Indonesia Dewasa Ini, (Lembaga Penelitian Dan Pengabdian
Kepada Masyarakat Universitas Katolik Parahyangan Bandung 2010)
No comments for "Catatan Hitam Dunia Pendidikan"
Post a Comment
Berikan Komentarmu di Sini, Untuk Beropini, Bertukar Ide dan atau Sekedar Sharing..