Tinjauan Filosofis Tentang Peserta Didik

1.1 Latar
Belakang Salah satu komponen dalam system pendidikan adalah adanya peserta didik,
peserta didik merupakan komponen yang sangat penting dalam system pendidikan,
sebab seseorang tidak bisa dikatakan sebagai pendidik apabila tidak ada yang
dididiknya. Peserta didik adalah orang
yang memiliki potensi dasar, yang perlu dikembangkan melalui pendidikan, baik
secara fisik maupun psikis, baik pendidikan itu dilingkungan keluarga, sekolah
maupun dilingkkungan masyarakat dimana anak tersebut berada. Bagaimana Tinjauan Filosofis Tentang Peserta Didik?
Dalam kajian
filosofisnya, peserta didik dipandang sebagai manusia seutuhnya, dimana mereka
dipandang manusia yang memiliki hak dan kewajiban. Dalam pendidikan,
hak-hak peserta didik haruslah lebih dikedepankan atau diutamakan seperti hak
mereka untuk mendapatkan pengetahuan yang sesuai dengan keinginan mereka, hak
mereka untuk mengembangkan potenti-potensi yang ada pada mereka, dimana itu
semua dalam rangka mempersiapkan mereka menjadi manusia yang dewasa. Selain
hak-hak tersebut, peserta didik juga memiliki kewajiban yang harus mereka
jalani. Sebagai peserta didik juga harus memahami
kewajiban, etika serta melaksanakanya. Kewajiban adalah sesuatu yang wajib
dilakukan atau dilaksanakan oleh peserta didik. Sedangkan etika
adalah aturan perilaku, adat kebiasaan yang harus di tati dan dilaksanakan
oleh peserta didik dalam proses belajar. Namun itu semua tidak terlepas dari
keterlibatan pendidik, karena seorang pendidik harus memahami dan memberikan
pemahaman tentang aspek-aspek yang terdapat didalam diri peserta didik terhadap
peserta didik itu sendiri, kalau seorang pendidik tidak mengetahui aspek-aspek
tersebut, maka potensi yang dimiliki oleh peserta didik tersebut akan sulit
dikembangkan, dan peserta didikpun juga mengenali potensi yang dimilikinya.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Apa
definisi dari peserta didik itu?
2.
Bagaimana
hakikat peserta didik itu?
3.
Apa
saja sifat-sifat yang harus dimiliki oleh peserta didik?
4.
Apa saja kewajiban dari peserta didik itu?
5.
Apa saja lingkungan pendidikan bagi peserta didik dalam konsep filsafat
Pendidikan Islam?
1.3
Tujuan pembahasan
1. Mengetahui definisi dari peserta didik
2. Mengerti dan mengetahui hakikat peserta
didik
3. Mengetahui dan memahami sifat-sifat yang
harus dimiliki oleh peserta didik
4. Mengetahui dan memahami
kewajiban-kewajiban dari peserta didik itu
5. Mengetahui berbagai lingkungan
pendidikan bagi peserta didik dalam konsep filsafat Pendidikan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Peserta Didik
Selain
pendidik, komponen lainnya yang melakukan proses pendidikan adalah peserta
didik. Secara etimologi peserta didik dalam
bahasa arab disebut dengan Tilmidz jamaknya adalah Talamid, yang
artinya adalah “murid”, maksudnya adalah “orang-orang yang mengingini
pendidikan”. Dalam bahasa arab dikenal juga dengan istilah Thalib, jamaknya
adalah Thullab, yang artinya adalah “mencari”, maksudnya
adalah “orang-orang yang mencari ilmu”.
Menurut pasal 1 ayat 4 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan
nasional, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan
dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan
tertentu
Dalam paradigma pendidikan Islam,
peserta didik merupakan oarang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi
dasar (fitrah) yang peru dikembangkan. Di sini peserta didik adalah makhluk
Allah yang terdiri dari aspek jasmani dan ruhani yang belum mencapai taraf
kematangan, baik fisik,mental, intelektual maupun psikologisnya. Oleh karena itu,
ia senantiasa memerlukan bantuan, bimbingan dan arahan pendidik, agar dapat
mengembangkan potensinya secara optimal dan membimbingnya menuju kedewasaan.
Potensi dasar yang dimiliki peserta didik, kiranya tidak akan berkembang secara
maksimal tanpa melalui proses pendidikan. Islam memandang, “ Setiap anak
dilahirkan dengan dibekali fitrah, kedua orang tuanyalah yang dapat membuat ia
menjadi seorang Majusi, Nasrani atau Yahudi. Dari pandangan ini tampak bahwa Islam
berupaya menyintesiskan antara pandagan nativisme yang menekankan pentingnya
bakat dan pembawaan sebagai faktor yang memengaruhi seseorang dengan pandangan
empirisme yang cenderung mementingkan peranan lingkungan sebagai faktor yang
memengaruhi kepribadian seseorang. Islam mengakui bahwa peserta didik memang
memiliki fitrah, tetapi bagaimana fitrah ini dapat dikembangkan dengan baik
tergantung juga oleh keadaan lingkungan yang melingkupinya. Perpaduan antara
faktor fitrah dan faktor lingkungan dalam konsepsi Islam merupakan proses
dominan yang dapat memengaruhi pembentukan kepribadian seorang peserta didik.
2.2 Hakikat
Peserta Didik
Untuk
itu, pemahaman tentang hakikat peserta didik merupakan sesuatu yang beralasan.
Samsul Nizar dalam filsafat pendidikan Islam: Pendekatan historis, teoritis dan
praktis menyebutkan beberapa diskripsi mengenai hakikat peserta didik sebagai
berikut:
a)
Peserta
didik bukan miniatur orang dewasa, tetapi ia memiliki dunianya sendiri. Hal ini
perlu dipahami, agar perlakuan terhadap mereka dalam proses pendidikan tidak
disamakan dengan pendidikan orang dewasa.
b)
Peserta
didik adalah manusia yang memiliki perbedaan dalam tahap-tahap perkembangan dan
pertumbuhannya. Pemahaman ini perlu diketahui agar aktivitas pendidikan Islam
dapat disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan yang umumnya
dialami peserta didik.
c)
Peserta
didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi, baik
menyangkut kebutuhan jasmani maupun ruhani. Diantara kebutuhan dasarnya adalah
kebutuhan biologis, kasih sayang, rasa aman, harga diri dan aktualisasi diri.
Hal ini perlu dipahami agar proses pendidikan dapat berjalan lancar.
d) Peserta didik adalah makhluk Allah yang
memiliki berbagai perbedaan individual (individual differentiations), baik yang
disebabkan karena faktr bawaan maupun lingkungan tempat ia tnggal. Hal ini
perlu diahami agar proses pendidikan dilakukan dengan memerhatikan
perbedaan-perbedaan tersebut tanpa harus mengorbankan salah satu pihak atau
kelompok.
e)
Peserta
didik merupakan makhluk yang terdiri dari dua unsur utama: jasmaniah dan
ruhaniah. Nsur jasmani berkaitan dengan daya fisik yang dikembangkan melalui
proses pembiasaan dan latihan. Sementara unsur ruhani berkaitan dengn daya akal
dan daya rasa. Daya akal dapat dikembangkan melalui proses intelektualisme yang
menekankan pada ilmu-ilmu rasional, dan daya rasa dapat dikembangkan melalui
pendidikan ibadah dan akhlak. Pemahaman ini merupakan hal yang perlu agar
proses pendidikan Islam memandang peserta didik secara utuh, yakni tidak
mengutamakan salah satu daya saja, tapi semua daya dikembangkan dan diarahkan
secara integral dan harmonis.
f)
Peserta
didik adalah makhluk Allah yang telah dibekali berbagai potensi (fitrah) yang
perlu dikembangkan secara terpadu. Fungsi penddikan dalam hal ini adalah
membantu dan membimbing peserta didik agar dapat mengembangkan dan megarahkan
potensi yang dimilikinya, sesuai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, tanpa
harus mengabaikan fungsi-fungsi kemanusiannya.
Pemahaman
mengenai hakikat peserta didik diatas berfungsi sebagai sebagai landasan filosofis
untuk menerapkan proses pendidikan yang beorientasi pada peserta didik atau
(student oriental) dan tidak lagi berorientasi pada materi pelajaran (subject
natter oriented).
Paul
Suparno dkk. Dalam Reformasi Pendidikan Sebuah Rekomendasi, menyebutkan bahwa,
“Para pakar pendidikan pada umumnya bepandangan bahwa pendidikan hendaknya
berorientasi pada pengembangan anak didik, dalam rangka memelihara dan
meningkatkan martabat manusia dan budayanya”. Kalau pendidikan sudah
berorientasi pada peserta didik maka, keduanya dalam proses pendidikan adalah
sebagai subjek bukan sebagai objek pendidikan. Memberlakukan peserta didik
sebagai objek, masih menurut Suparno dkk., merupakan perlakuan yang tidak
tepat. Pendidikan semacam ini akan “membonsai”
harkat peserta didik sebagai manusia yang seharusnya memiliki kemampuan
dan kebebasan untuk berkembang sesuai pangilan hidup dari penciptanya.
Hal
senada juga disampaikan Noeng Muhadjir. Menurutnya, paradigma pendidikan dengan
pendekatan psikologis humanistik telah mensyaratkan kedudukan paserta didik
sebagai subjek pendidikan, yang setaraf dengan kedudukan pendidik. Pendidik dan
peserta didik dengan pendekatan ini memiliki kedudukan yang sama, yaitu sebagai
subjek pendidikan. Tidak ada yang
didudukan sebagai objek, tidak ada yang dieksploitasi, dan bukan pula hubungan
koersif (yang satu mempunyai otoritas bak atas yang lain).
Hubungan
interaktif yang memberlakukan pihak lain sebagai subjek, itulah yang dinamakan
aksi dua arah, yang dalam psikologis sosial disebut interaksi dan dalam ilmu
komunikasi disebut komunikasi. Wawasan dasar pendidik dalam mamandang peserta
didik sebagai subjek pendidikan telah menumbuhkan upaya saling membantu demi
peningkatan proses perkembangan semua phak, dengan memperhatikan kelebihan dan kekurangannya
masing-masing.
Memosisikan
pendidik dan peserta didik sebagai subjek pendidikan mengidentifikasikan
perlunya penerapan filsafat konstruktivisme dalam pendidikan. Menurut filsafat
ini, pengetahuan merupakan hasil bentukan (konstruksi) orang yang sedang
belajar. pengetahuan yang diperoleh peserta didik selama proses pembelajaran
merupakan hasil konstruksinya sendiri. Didalam konstruktivisme, peserta didik
menjalani proses mengonstruksi pengetahuan, baik berupa konsep, ide, maupun
pengertian tentangsesuatu yang sedang dipelajari. Pembelajaran yang menekankan
proses pembentuka pengetahuan oleh peserta didik sendiri disebut pembelajaran
yang konstruktivis. Di dalam paradigma pendidikan seperti ini, pendidik dan
peserta didik adalah manusia yang sama-sama mengalami proses belajar. keduanya
dposisikan sebagai subjek yang berusaha menemukan pengetahuan dan mengembangkan
kerangka berpikirnya masing-masing. Paradigma ini berbeda dengan paradigma lama
yang memandang proses pendidikan sebagai usaha indoktrinasi pendidik, dengan
memandang pendidik sebagai subjekdan peserta didik sebagai objek.
2.3 Sifat Yang Harus Dimiliki Peserta Didik
Peserta
didik sebagai subjek pendidikan Islam sebagaimana diungkapkan Asma Hasan Fahmi,
sekurang-kurangnya harus memperhatikan empat hal berikut:
a)
Seorang
peserta didik harus mmbersihkan hatinya dari kotoran dan penyakit jiwa sebelum
melakukan proses belajar, karena belajar dalam Islam merupakan ibadah yang
menuntut adanya kebersihan hati.
b)
Peserta
didik harus menanamkan dalam dirinya bahwa tujuan menuntut ilmu adalah meraih
keutamaan akhlak, mendekatkan diri kepada Allah, bukan untuk bermegah-megahan
atau bahkan mencari kedudukan.
c)
Seorang
peserta didik harus memiliki ketabahan dan kesabaran dalam mencari ilmu, dan
bila perlu melakukan perjalanan merantau untuk mencari guru atau apa yang
disebut rihlah ilmiyyah.
d) Seorang peserta didik wajib menghormati
gurunya dan berusaha semaksimal mungkin meraih kerelaan dengan berbagai cara
yang terpuji.
Dari
empat sifat yang harus dimiliki dan diperhatikan seorng peserta didik diatas,
Al-Abrasyi menambah beberapa sifat lainnya, seperti: bersungguh-sungguh dan
tekun dalam belajar, bila perlu bertanggang siang malam untuk memperoleh
pengetahuan, saling mencintai sesama peserta didik dan memerhatikan
persaudaraan, senantiasa mengulang-ulang pelajarannya dan bertekad untuk
belajar sepanjang hayat.
Dari
beberapa sifat diatas tampak bahwa pendidikan Islam senantiasa memerhatiakan
pembentukan jiwa peserta didik agar memiliki akhlak yang mulia. Akhlak yang
mulia merupakan modal untuk mencari ilmu pengetahuan. Disamping itu, pendidikan
Islam juga menekankan penghormatan dan pengagungan peserta didik akan ilmu dan
terhadap gurunya. Akan tetapi, pengagunggan terhadap guru ini tidaklah
dilakukan secara berlebih-lebihan supaya tidak mengesanan adanya kultus
individu dan tidak dapat berpikir secara kritis. Hubungan pendidik dan peserta
didik dalam Islam merupakan hubungan yang berdasarkan kasih sayang. Pendidik harus
memandang peserta didik sebagai anaknya sendiri agar dapat membimbing secara
baik, sebaliknya peserta didik juga harus menghormati gurunya. Hubungan yang
erat berdasarkan prinsip kasih sayang ini merupakan landasan pokok bagi
suksesnya pelaksanaan Islam. Dari sinilah sering dikatakan bahwa pendidikan
Islam merupakan pendidikan Islam merupakan pendidikan ideal yang memerhatikan
dan mengutamakan segi-segi kemanusiaan.
2.4
Kewajiban Peserta Didik Dalam Pendidikan
Islam
Pendidikan Islam memperhatikan hak-hak guru
serta kewajiban-kewajiban mereka begitu pula dengan kewajiban-kewajiban dari
para siswa serta apa yang harus menjadi pegangan mereka dalam soal tingkah
laku. Kewajiban itu sendiri merupakan sesuatu yang wajib dilakukan
atau dilaksanakan oleh peserta didik. Peserta didik mempunyai kewajiban,
diantaranya yaitu menurut UU RI No. 20 th 2003 Pasal 12 ayat 2:
·
Menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses dan keberhasilan pendidikan.
·
Ikut menanggung biaya pendidikan kecuali bagi yang dibebaskan dari
kewajiban tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Sementara itu dalam buku yang ditulis oleh Rama yulis, menurut Al-Ghozali ada
sebelas kewajiban peserta didik, yaitu :
1) Belajar dengan niat ibadah dalam
rangka taqoruh kepada Allah SWT, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari anak didik dituntut untuk mensucikan jiwanya dari akhlak yang
rendah dan watak yang tercela.
2)
Mengurangi kecenderungan pada duniawi dibandingkan masalah ukhrowi.
3)
Bersikap tawadhu’ (rendah hati) dengan cara meninggalkan kepentingan
pribadi untuk kepentingan pendidikannya.
4)
Menjaga pikiran dan pertantangan yang timbul dari berbagai aliran.
5)
Mempelajari ilmu – ilmu yang terpuji, baik untuk ukhrowi maupun untuk duniawi.
6)
Belajar dengan bertahap dengan cara memulai pelajaran yang mudah menuju
pelajaran yang sukar.
7)
Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian hari beralih pada ilmu yang
lainnya, sehingga anak didik memiliki spesifikasi ilmu pengetahuan secara
mendalam.
8)
Anak didik harus tunduk pada nasehat pendidik.
2.5 Lingkungan
pendidikan dalam konsep filsafat Pendidikan Islam
Lingkungan merupakan salah satu faktor pendidikan yang ikut serta
menentukan corak pendidikan islam, yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap anak
didik lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan yang berupa keadaan sekitar
yang mempengaruhi pendidikan anak.
Lingkungan adalah sesuatu yang berada diluar diri anak dan
mempengaruhi perkembanganya. Menurut Sartain (Ahli
psikolog dari Amerika) mengatakan bahwa yang dimaksud lingkungan sekitar
adalah meliputi semua kondisi dalam dunia ini yang dengan cara-cara tertentu mempengaruhi
tingkah laku manusia, pertumbuhan, perkembagan, kecuali gen-gen.
Menurut Milieu, yang dimaksud lingkungan ditinjau dari perspektif
pendidikan Islam adalah sesuatu yang ada disekeliling tempat anak melakukan
adaptasi, meliputi:
1.
Lingkungan alam, seperti udara, daratan, pegunungan, sungai, danau, lautan,
dsb.
2.
Lingkungan Sosial, seperti rumah tangga, sekolah,dan masyarakat.
Zuhairini (1995: 175)
menyebutkan lingkungan yang dapat mempengaruhi
anak didik terhadap agama terbagi menjadi 3 kelompok:
a.
Lingkungan yang acuh-tak acuh terhadap agama.
b.
Lingkungan yang berpegang teguh pada tradisi agama, tetapi tanpa keinsyafan
batin.
c.
Lingkungan yang mempunyai tradisi agama dengan sadar dan hidup dalam
lingkungan agama.
Kihajar Dewantara
mengartikan lingkungan dengan makna yang lebih simple dan spesifik. Ia
mangatakan bahwa apa yang dimaksud dengan lingkungan pendidikan berada
dalam 3 pusat lembaga pendidikan yaitu:
a. Lingkungan keluarga
Keluarga (Kawula Warga) adalah suatu kesatuan sosial
terkecil yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki tempat
tinggal dan ditandai oleh kerjasama ekonomi, berkembang, mendidik, melindungi,
merawat dan sebagainya. Sedangkan inti dari keluarga adalah ayah, ibu dan anak
(wahyu, 1986: 37). Sedangkan tanggung jawab keluarga menurut Hery Noer Ali
(1999: 212-217) adalah keluarga memberikan suasana emosional yang baik bagi
anak-anak seperti perasaan senang, sayang, aman dan perlindungan. mengetahui
dasar-dasar pendidikan terutama berkenaan dengan kewajiban dan tanggung jawab
orang tua terhadap pendidikan anak serta tujuan dan isi pendidikan yang
diberikan kepadanya. Dan bekerjasama dengan lembaga pendidikan di luar keluarga.
Keluarga sebagai
institusi pendidikan islam
Keluarga sebagai kelompok sosial terkecil di masyarakat
memiliki peranan yang sangat penting bagi pendidikan anak, karena dalam
keluarga pertama kali seorang anak berlatih bersosialisasi, secara tidak
langsung terjadi proses pendidikan yang dilakukan dalam keluarga.
Proses pendidikan dalam keluarga secara primer tidak
dilaksanakan secara pedagogis (tidak sesuai dengan teori pendidikan) melainkan
dengan hubungan yang disengaja ataupun yang tidak di sengaja dan langsung
atapun tidak langsung antara orang tua dan anak, hal ini berlangsung secara
kontinyu antara keduanya. Hal ini terjadi karena pengaruh status hubungan
ikatan darah yang bersifat rohaniah, bahkan pengaruhnya lebih besar dari pada
pendidikan yang bersifat formal (disengaja)
Pendidikan yang dilakukan dalam keluarga bersifat
informal, kodrati serta tidak direncanakan. H.M Said (1985: 133-134) mengatakan
bahwa keluarga memiliki beberapa fungsi, antara lain:
1.
Fungsi Kuantifikasi, maksudnya dalam fungsi ini anak belajar memperoleh bahasa, peranan-peranan
dasar dan harapan-harapan, cara bereaksi, struktur dan hubungan-hubungan. Hal
ini membentuk perilaku atau kepribadian dasar anak.
2.
Fungsi Selektif, maksudnya fungsi orang tua dalam menyaring
pengalaman-pengalaman anak yang bersifat menyimpang dari ideologi yang ada
dalam keluarga akibat dari pengaruh budaya luar keluarga.
3.
Fungsi Pedagogis Integratif, maksudnya orang tua mampu untuk mentransfer
dan mengintegrasikan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat dengan perilaku,
teladan, ideologi dan adat istiadat orang tua terhadap anaknya.
Selain dari fungsi yang telah dijelaskan diatas fungsi
lain juga terdapat di keluarga yaitu: Protektif , biologis, afektif ,
rekreatif, ekonomis, edukatif, civilasi dan religius.
b. Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang terpenting
sesudah keluarga, karena semakin besar kebutuhan anak, maka orang tua
membutuhkan seseorang atau lembaga yang dapat membantu orang tua dalam
melakukan pendidikan sesuai dengan kebutuhan anak. Orang tua tidak dapat
menanggung semua kebutuhan anak yang berkaitan dengan ketrampilan dan
pengetahuan yang dibutuhkan anak, maka dari itu lembaga pendidikan yang berupa
sekolah sangat dibutuhkan untuk mengembangkan ketrampilan dan pengetahuan anak.
Tugas guru dan pemimpin sekolah disamping memberikan ilmu
pengetahuan, ketrampilan, juga mendidik anak beragama. Dalam hal ini
mereka mengharapkan agar anak didiknya
memiliki kepribadian yang sesuai dengan ajaran islam atau dengan kata lain
berkepribadian muslim, yang dimaksud adalah kepribadian yang seluruh aspeknya
baik tingkah lakunya, kegiatan jiwanya maupun filsafat hidup dan kepercayaannya
merujuk pada pengabdian kepada Tuhan, penyerahan diri kepadaNya
c. Masjid dan Pesantren
Sesuai dengan UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pendidikan luar sekolah disebut dengan pendidikan
non-formal artinya pendidikan yang diselenggarakan untuk memberikan layanan
kepada masyarakat sebagai pengganti, penambah,dan/atau pelengkap pendidikan
jalur sekolah formal dalam rangka mendukung proses pendidikan sepanjang hayat.
Ciri khas dari pendidikan non-formal yang menunjukkan
keluwesan tersendiri berkenaan dengan waktu dan lama belajar, usia peserta
didik, isi, cara penyelenggaraan pengajaran dan cara penilaian hasil belajar
evaluasinya.
Lingkungan pendidikan
islam yang bisa dijadikan tempat untuk proses pendidikan islam adalah masjid
dan pesantren, karena kedua tempat ini proses internalisasi keagamaan
dilakukan.
1) Masjid
Masjid sebagai tempat
berkumpulnya umat islam (muslim) dalam menjalankan ibadah tidak lepas dari
fungsinya sebagai tempat pendidikan keagamaan. Jika dilihat dari perkembangan
fungsi masjid dari zaman rasulullah, fungsi masjid selain sebagai tempat ibadah
juga sebagai tempat pembinaan umat islam baik berupa peribadatan, pendidikan
maupun sosial budaya. Dengan demikian fungsi masjid sesuai dengan nilai
ke-Islam-an yang Universal, eksternal dan berkeseimbangan.
Jika dilihat dari sejarah
pembangungan Masjid Nabawi menggunakan prinsip gotong-royong dan tidak
membedakan jabatan atau status yang dimiliki seseorang dan semuanya berdasarkan
petunjuk Nabi berdasarkan kemampuan masyarakat madinah.
Masjid sebagai lembaga
pendidikan yang diselenggarakan oleh umat islam juga berfungsi memberikan
layanan pendidikan kepada masyarakat terutama berkaitan dengan kegiatan
pendidikan keagamaan. Dalam UU Sisdiknas tahun 2003 disebutkan bahwa pendidikan
keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anggota
masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau
menjadi ahli ilmu agama (pasal 26 dan 30).
Abdurrahan Nahlawi
menjelaskan bahwa masjid sebagai lembaga pendidikan minimal mempunyai tiga
sasaran implikasi yang menjadi prioritas untuk mengembangkan kualitas manusia,
yaitu:
Mendidik anak agar tetap beribadah kepada Allah Swt.
Menanamkan rasa cinta
terhadap ilmu pengetahuan dan menanamkan solidaritas sosial, serta menyadarkan
hak-hak dan kewajibannya sebagai insan pribadi, sosila dan warga negara.
Memberikan rasa
ketentraman, kekuatan dan kemakmuran potensi-potensi rukhani manusia melalui
pendidikan kesabaran, keberanian, kesadaran, perenungan, optimisme, dan
mengadakan penelitian.
2) Pesantren
Masyarakat indonesia tidak
asing jika mendengar kata pesantren atau pondok pesantren, karena perkembangan
islam di indonesia tidak lepas dari pengaruh dan usaha pesantren dalam
menyebarkan agama islam di bumi pertiwi. Berdirinya pesantren pada awalnya
seperti yang diungkapkan oleh Fachry Ali (1987: 2) adalah sebagai lembaga pendidikan
umat islam pedesaan yang berfungsi untuk konservasi tradisi keagamaan yang
dijalankan oleh umat islam tradisionalis.
Tujuan diselenggarakannya
pendidikan pesantren secara umum adalah membimbing anak (santri) untuk menjadi
manusia yang memiliki kepribadian islami, yang dengan bekal ilmu agamanya
mereka sanggup menjadi muballigh untuk menyebarkan agama islam dalam masyarakt
islam melalui ilmu dan amalnya
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Peserta didik adalah orang yang mempunyai fitrah (potensi) dasar, baik
secara fisik maupun psikis, yang perlu dikembangkan, untuk mengembangkan
potensi tersebut sangat membutuhkan pendidikan dari pendidik. Pendidikan
merupakan bantuan bimbingan yang diberikan pendidik terhadap peserta didik
menuju kedewasaannya. Sejauh dan sebesar apapun bantuan itu diberikan sangat
berpengaruh oleh pandangan pendidik terhadap kemungkinan peserta didik utuk di
didik.
Kewajiban peserta didik adalah belajar dengan niat ibadah dalam
rangka taqorub kepada Allah SWT, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari anak didik dituntut untuk mensucikan jiwanya dari akhlak yang
rendah dan watak yang tercela menjaga norma-norma pendidikan untuk menjamin keberlangsungan proses
dankeberhasilan pendidikan. Bersikap tawadhu’ (rendah hati) dengan cara meninggalkan
kepentingan pribadi untuk kepentingan pendidikannya dan jangan pernah
meremehkan suatu ilmu yang telah diberikan.
Etika yang senantiasa dijalankan pada peserta didik hendaknya senantiasa
membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu, tujuan belajar hendaknya ditujukan
untuk menghiasi roh dengan berbagai sifat keutamaan, memiliki kemauan yang kuat
untuk mencari dan menuntut ilmu di berbagai tempat, wajib menghormati
pendidiknya dan peserta didik hendaknya belajar secara sungguh-sungguh dan
tabah.
3.2 Saran
Peserta didik diharapkan untuk senantiasa menjalankan kewajiban-kewajiban dan
etika-etika yang ada dalam menuntut ilmu, hal tersebut bertujuan supaya dalam
menuntut ilmu mendapatkan kemudahan serta dapat tercapai apa tujuan dari
peserta didik itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Suharto Toto.2006.Filsafat Pendidikan Islam.Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media
Zuhairini, dkk.1991.Filsafat Pendidikan Islam.Jakarta: Bumi
Aksara
Rahman
Assegaf.2004.Pendidikan Islam Integratif.Yogyakarta:Pustaka
Pelajar
Athiyah Al-Abrasyi.1993.Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam.Jakarta:
PT.Bulan Bintang
http://laili-masruroh.blogspot.com/2012/12/pendidik-peserta-didik-dan-lingkungan.html
No comments for "Tinjauan Filosofis Tentang Peserta Didik "
Post a Comment
Berikan Komentarmu di Sini, Untuk Beropini, Bertukar Ide dan atau Sekedar Sharing..