Surat Untuk Bupati Lamongan

Untukmu Bapak Bupati yang kami cintai, satu periode sudah bapak menjadi orang tua kami, orang- orang Lamongan. Sudah selama itu pula kami harus berjuang melawan Musim hujan yang terasa begitu jahat bagi kami, hujan menjadi aroma jahat yang menghantui kami para petani. Saat hujan turun, saat itu juga kami mulai takut dengan bayangan air sungai meluap dan menggenangi tanaman kami, membobol tambak-tambak kami, dan menghancurkan harapan-harapan kami.

Bapak bupati, hujan mulai menghampiri kami di penghujung tahun ini, kami mulai takut akan datangnya air hujan yang menghancurkan jalan-jalan kami. Jalan yang sudah tidak layak untuk kendaraan kami yang beroda kecil dan bergaris halus, dan semakin menghantui kami, dimana anak-anak kami harus melewati licinnya jalan utama menuju sekolah, bagaimana ibu-ibu hamil harus melalui satu-satunya jalan untuk menuju bidan sekedar untuk memeriksakan jabang bayinya, bagaimana ibu dengan perut yang sudah semakin membesar karena sudah hamil tua harus melalui jalan yang bergelombang licin dan penuh genangan di sana-sini.

Bapak, bagaimana jika ibu-ibu itu melahirkan ditengah jalan karena tidak sempat datang ke bidan untuk menyelamatkan anaknya?, sungguh sulit bagi kami harus dibayang-bayangi hal ini tiap tahunnya, selalu berulang dan terus berulang.

Desa kami terletak jauh dari desa-desa lain pak bupati, jalan utama kami menuju desa lain belum ada penerang jalannya, gelap. Kami yang tinggal di pulau jawa, kadang sering terbayangkan seperti tinggal di pedalaman papua, tidak ada jalan yang layak, jauh dari desa sebelah, dan tidak merasakan hadirnya pemerintah. Sungguh kami masih tinggal di kotamu pak bupati.

Kami tinggal di dusun lengor, di wilayah kecamatan Laren. Dengan sekitar 300 KK (kepala Keluarga) yang tinggal di dusun ini, rasanya kami juga ikut menanam saham di kabupaten yang bapak pimpin sekarang ini. Setiap periode kami selalu ikut memilih, mulai dari kepala desa, anggota dewan, Presiden, termasuk juga kami memilih bapak sebagai bupati, pemimpin kami.

Pak bupati, wajahmu sekarang menjadi begitu familiar bagi kami. Diberbagai sudut, desa dan kecamatan terlihat wajahmu yang begitu terlihat bahagia. Senyumanmu begitu sederhana, dan menyejukkan bagi mata yang melihatnya. Sekali waktu kami melihatmu dengan gambar sedang mengangkat segenggam padi yang sedang dipanen, beberapa kali kami melihatmu dengan baju keagunganmu, baju yang hanya dikenakan bupati sepertimu. Begitu gagah dan terlihat seperti pemimpin dalam cerita-cerita yang dibacakan orang tua kami saat masih belia.

Pak bupati, jika kami bertemu denganmu hari ini, ingin rasanya kami menanyakan “apakah engkau bahagia melihat jalan yang selalu kami lalui tiap hari ini?”, “apakah engkau senang dengan penderitaan kami ini?”, “apakah engkau bangga dengan keadaan kami yang seperti sekarang ini?”. Pak bupati, kami ingin sekali berbicara dengan engkau, Ayah kami.

Pak KADES berbicara beberapa bulan yang lalu kepada kami, “dusun ini adalah dusun percontohan, lumbung padi Lamongan dan Nasional”, kira-kira begitulah beliau mengungkapkan keunggulan dusun kami. Akhirnya kami berfikir, ternyata begitu besar sumbangsih kami bagi negeri ini, kami yang telah memberi makan rakyat di negeri ini, bahkan mungkin juga beras yang engkau makan saat ini adalah hasil kerja keras kami sebagai Petani.

Bapak, sekali waktu datanglah ke dusun kami, agar engkau tahu bagaimana penderitaan kami. Sesekali sapalah kami, agar engkau mengerti bagaimana sedihnya kami. Sekali waktu dengarkan kami, agar engkau tahu bagaimana jeritan kami, anak- anak mu.

Pak bupati, telah kami percayakan semua mandat kami kepadamu sebagai pemimpin kami, telah kami berikan semua kepercayaan kami hanya kepadamu, bupati kami. Dan telah kami sampaikan semua keluh kesah kami kepadamu. Dengarkanlah tengisan kami, jeritan kami, dan seluruh keluh kesah kami.

Kami sadar betul tidak hanya kami yang menjadi tanggunganmu, tidak hanya kami anak-anakmu, dan tidak hanya kami rakyat mu. Tapi kami meyakini, sebesar apapun kekuasaan yang yang sedang engkau miliki, ada sedikit hak-hak kami yang ada padamu saat ini, jika memang di dunia kami tidak dapat bertemu engkau, maka kami berdo’a semoga di akhirat nanti kami bisa bersaksi dihadapan Tuhan untukmu, Pemimpin kami.

Lengor, 23 Desember 2017

No comments for "Surat Untuk Bupati Lamongan"