Konsumerisme di Bulan Ramadhan

Adakah Konsumerisme di Bulan Ramadhan?_ Bulan ramadhan disambut sedemikian rupa oleh umat islam, suka cita mengiringi bulan yang penuh dengan ampunan dan pelipat gandaan pahala tersebut. Ibadah puasa merupakan momen yang tepat untuk meningkatkan ibadah wajib dan sunnah, serta mencegah diri dari perbuatan yang tidak dianjurkan atau bahkan dilarang dalam agama, salah satunya adalah perilaku berlebih-lebihan.

Bagaimana Konsumerisme Disaat Bulan Ramadhan?

Ibada puasa merupakan ibadah yang tergolong kedalam ibadah yang intim antara hambah kepada tuhannya, karena ibadah ini hanya diketahui oleh orang yang berpuasa dan Tuhan, orang lain tidak dapat melihat apakah seseorang sedang berpuasa atau tidak, karena puasa tidak memiliki perilaku khusus yang hanya dilakukan oleh orang yang sedang berpuasa. Hal ini tentu berbeda dengan ibadah lain seperti zakat, haji dan sholat, misalnya.

Baca Juga: Konsep Pewarisan Budaya Pada Masyarakat

Puasa menurut bahasa berarti menahan atau mencegah, yakni menahan diri dari segala hal yang dapat membatalkan puasa dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari. Puasa merupakan suatu bentuk pengendalian diri baik secara biologis, seperti menahan makan dan minum, maupun secara spiritual yang berupa menahan pandangan, perkataan perbuatan/perilaku yang dapat membatalkan atau sekedar mengurangi pahala puasa.

konsumsi meningkat saaat Bulan Ramadhan
Sumber Gambar oleh Steve Buissinne dari Pixabay
Setidaknya dengan berpuasa kita diajarkan pada hikmah untuk;

  1. Meningkatkan rasa taqwa, yaitu perasaan takut kepada alloh, hal ini mendorong kita untuk selalu melaksanakan segala perintah dan menjahui larangan dan senantiasa ikhlas kepada alloh.
  2. Mengendalikan Nafsu
  3. Tidak berlebihan, 
  4. Kesalehan sosial 
  5. dan lain-lain. 

Uraian diatas menunjukkan bahwa sesungguhnya puasa adalah upaya untuk menahan diri dari segala bentuk kejelekan dan mendorong pada sesuatu yang lebih baik.

Namun demikian, tidak jarang puasa hanya menjadi rutinitas tahunan, dimana kita hanya merubah jam makan diwaktu dini hari dan selanjutnya saat adzan maghrib berkumandang. Yang mana kita telah benar-benar kehilangan makna yang sesungguhnya dari disyariatkannya ibadah puasa di bulan ramadhan.

"Sadarkah kita, ada puasa yang tidak mendapat pahala, melainkan hanya mendapat lapar dan dahaga?"

Fenomena Konsumerisme Dibulan Ramadhan

Fenomena yang tidak boleh lepas dari bulan puasa adalah, maraknya iklan-iklan makanan, minuman dan barang pelengkap lainnya yang bejibun di layar kaca, bahkan sebelum memasuki bulan ramadhan, sebulan atau dua bulan sebelumnya iklan ini sudah mulai nongol dihadapan kita. Sering kali kita menggunakan kemunculan iklan-iklan tersebut menjadi pertanda akan datangnya bulan ramadhan.

Iklan yang banyak kita saksikan (Sebut saja iklan sirup, sabun cuci piring/buah/sayur, kecap, minuman berkarbonasi, pewangi pakaian, pasta gigi/obat kumur, dan lain-lain) akan masuk kedalam alam bawah sadar kita dan akan menciptakan “kebutuhan palsu”, selanjutnya kita akan tertarik membeli berbagai produk yang sebenarnya bukan merupakan kebutuhan pokok yang harus segera dipenuhi.

Perilaku dalam memakai, atau menghabiskan suatu produk untuk memenuhi kebutuhan merupakan kegiatan konsumsi, sedangkan sikap dalam memenuhi keinginan secara berlebihan dalam mengonsumsi barang dan jasa adalah bentuk dari konsumerisme.

Baca Juga: Islam dan Demokrasi

Konsumerisme adalah suatu paham yang menjadikan seseorang/kelompok mengonsumsi barang hasil produksi secara berlebihan. Menurut KBBI konsumerisme adalah paham/gaya hidup yang menganggap barang-barang sebagai ukuran kebahagiaan, kesenangan, dan sebagainya; gaya hidup yang tidak hemat.

Sikap yang mengarah pada konsumerisme didorong oleh rendahnya kesadaran masyarakat, dimana mereka belum bisa membedakan mana kebutuhan pokok yang harus segera dipenuhi dan mana kebutuhan skunder yang sebenar tidak harus dipenuhi, serta keinginan yang seolah mirip dengan kebutuhan namun sebenarnya hanyalah dorongan nafsu kita untuk menikmati, atau memiliki suatu barang/jasa. Dan lagi, kadang sifat rakus kita yang ingin mengkonsumsi melampaui dari yang seharusnya kita konsumsi.

Secara garis besar, adanya peningkatan pola konsumsi dimasyarakat setidaknya dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor dari dalam (internal), dan faktor dari dalam (eksternal);

1 Faktor Internal Konsumerisme

Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri individu, dimana seseorang menginginkan penambahan konsumsi dikarenakan telah seharian menahan lapar dan dahaga, sehingga mereka ingin membayarnya dengan berbagai makanan lezat pada saat berbuka puasa.

Peningkatan konsumsi ini dapat kita lihat baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Secara kualitatif, makanan yang dihidangkan saat berbuka biasanya adalah makanan yang lebih enak dari makanan di hari-hari biasanya.

Sedangkan secara kuantitatif, kita dapat melihat jumlah makanan yang dihidangkan terlihat lebih bervariasi, dan lebih banyak dibanding makanan sehari-hari diluar bulan ramadhan.

2 Faktor eksternal sikap Konsumerisme dibulan ramadhan

Faktor eksternal atau faktor dari luar merupakan faktor yang berasal dari luar diri, yang dapat berupa iklan, lingkungan, maupun berbagai hal yang dilihat oleh seseorang.

Kedua faktor tersebut umunya merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi pola konsumsi di bulan ramadhan tersebut.

Adanya penambahan kosumsi pada saat bulan ramadhan juga ditunjukkan dengan Fenomena banyaknya pedagang yang bermunculan, bahkan terdapat pedagang dadakan spesialis dibulan ramadha, yang menawarkan berbagai hidangan dan perlengkapan selama menjalani puasa.

Hal ini menunjukkan bahwa saat bulan puasa terdapat banyak permintaan atas barang-barang tersebut, sebagaimana hukum permintaan yang mengatakan “semakin banyak permintaan, maka barang yang akan ditawarkan juga akan semakin besar pula”. Ini merupakan ciri-ciri adanya konsumerisme dibulan ramadhan, dimana konsumsi barang akan meningkat, tidak seperti biasanya, dari awal ramadhan sampai ketika menjelang lebaran.

Perilaku konsumerisme melonjak drastis ketika menjelang lebaran, dimana kita akan belanja makanan, dan pakaian yang tak jarang hanya untuk memenuhi hasrat kita untuk pamer kepada orang lain, sehingga hari lebaran bukan hanya menjadi ajang untuk saling memaafkan, dan silaturahmi, namun justru kita gunakan sebagai ajang untuk jumawa, pamer, meneliti pakaian dan kekayaan orang lain.

Menurut AbdulGaffar Karim, ada beberapa gejala yang sering terjadi saat bulan ramadhan, diataranya adalah;
  • Rasa lapar saat berpuasa seringkali dianggap sebagai penderitaan, hal ini memacu keinginan untuk melakukan aktivitas "balas dendam" saat berbuka puasa
  • Walapun kita menyadari bahwa puasa dilakukan untuk menahan atau mencegah dari berbagai perilaku dan keinginan yang tidak baik, Namun pada saat yang sama kita justeru melakukan pesta-pesta saat berbuka, umumnya kita menyebutnya dengan "buka bersama" baik bersama teman sekolah, teman kerja, maupun dengan entitas lain yang lebih mengarah pada sikap berlebih-lebihan.

Perilaku-perilaku tersebut agaknya menunjukkan betapa kita telah gagal dalam memaknai ibadah puasa, yang seharusnya dapat menurunkan tingkat konsumsi dan kesombongan kita.

Baca Juga: Paradoks Perpeloncoan Mempelai Pengantin

Sebagai penutup. Bulan ramadhan yang seharusnya membuat kita mampu menahan atau mencegah ternyata justru membuat kita semakin tamak, hal ini tentu tidak sesuai dengan semangat bulan puasa yang mengajarkan tentang hidup sederhana, dan kemampuan dalam menahan atau mencegah diri dari dorongan hawa nafsu.

Oleh karena itu, jangan sampai kita tergolong orang-orang yang berpuasa namun tidak mendapat pahala selain rasa lapar dan dahaga.


_______
abdul gaffar karim, pada akun facebook (April 2022)

No comments for "Konsumerisme di Bulan Ramadhan"