Paradoks Perpeloncoan Mempelai Pengantin

Paradoks Perpeloncoan Mempelai Pengantin. Selain sebagai perintah agama, Menikah juga sudah menjadi semacam gaya hidup yang sulit untuk dibendung. Saat kita memasuki usia yang terbilang matang (25-an) kita akan mulai mendapatkan pertanyaan-pertanyaan yang mengarah kepada satu proses pernikahan. Mulai pertanyaan basa-basi, sampai pertanyaan yang terasa menohok. Ya, menohok bagi kita yang masih hidup sigle, apa lagi kita yang sudah berumur namun masih menjomblo, haha pastilah kita akan menjadi sorotan bagi teman, kerabat, dan tentu saja keluarga.

Paradoks Perpeloncoan Mempelai Pengantin
Belakangan, banyak sekali promosi-promosi untuk menikah diusia muda, nikah mudah mulai didakwakan diforum-forum dan komunitas, bahkan sampai tersebar luas di kanca maya. Beranda situs berbagi gambar, situs berbagi video dipenuhi dengan anjuran-anjuran menikah muda. Setelah usai anjuran menikah muda, disusul dengan gaya pernikahan para pesohor negeri yang melaksanakan resepsi pernikahan dengan serba mahal, dan meriah.
hmmm, sebagai masyarakat yang latah, tentu saja kita mulai tertarik dengan resepsi ala-ala kemewahan para artis, atau keluarga pejabat. Menikah dengan menghadirkan berbagai hiburan sudah menjadi hal yang sangat lumrah hari ini, dan hiburan yang paling murah adalah hiburan perpeloncoan mempelai pengantin dalam prosesi resepsi pernikahannya sendiri.

Resepsi pernikahan sejatinya adalah usaha untuk memberitahu/mengumumkan kepada masyarakat bahwa kedua pasangan tersebut telah sah menjadi suami isteri, hal ini dilakukan agar tidak menjadi fitnah kepada kedua pasangan tersebut. Pada acara resepsi pernikahan, biasanya dilakukan penjamuan kepada keluarga dan tamu undangan, selain sebagai bagian dari seremonial, penjamuan keluarga dan para tamu undangan merupakan bentuk rasa syukur mempelai dan keluarga, karena telah dilancarkan acara pernikahan yang telah digelar.

Pada acara resepsi sering kali juga digelar kegiatan sedekah kepada tetangga dan masyarakat sekitar, yang selanjutnya dilakukan do’a kepada yang ditujukan kepada mempelai berdua agar mampu membangun keluarga yang sakinah, mawadah wa rahma.

Paradoks Resepsi Pernikahan

Berdasarkan uraian di atas, resepsi pernikahan sesungguhnya adalah kegiatan yang sangat baik, baik menurut agama, maupun kehidupan bersosial. Namun, demikian jika kita amati lebih dalam lagi, ternyata acara resepsi pernikahan juga terdapat paradoks yang sering kali tidak disadari oleh kebanyakan orang. Berikut ini adalah paradoks[1] resepsi pernikahan;

Ajang Gengsi

Alih-alih digelar sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, resepsi pernikahan justru dijadikan ajang adu gengsi baik oleh keluarga, dan tak jarang juga oleh kedua mempelai. Resepsi pernikahan dilakukan untuk memberitahukan kemampuan orang yang sedang berhajat kepada halayak ramai.
Semakin besar acara resepsi semakin pula menunjukkan bagaimana “kekayaan” keluarga tersebut, dan sebaliknya, semakin mini acara resepsi juga akan dipersepsikan sebagai ketidak mampuan keluarga tersebut. Di kampung-kampung, hal ini sudah bukan rahasia lagi, bahkan acara resepsi pernikahan akan dijadikan bahan ghibah oleh masyarakat sekitar, apa yang dihidangkan, souvenir apa yang diberikan, pengeras suara apa yang digunakan, dan sampai pada bedak yang digunakan mempelai.

Biaya Besar Memaksa Untuk Berhutang

Menggelar pesta yang meriah bukanlah hal sepele, perlu dana besar untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Demi gengsi, untuk dapat melaksanakan resepsi pernikahan yang besar, tidak jarang keluarga rela berhutang. oleh sebab itu ada ungkapan yang jamak dikenal masyarakat, seperti "Habis Resepsi Terbitlah Bon Hutang".

Kondangan 

Paradoks selanjutnya adalah kondangan, kondangan adalah kegiatan dimana para tamu memberikan sumbangan kepada pihak mempelai. Secara harfiah, kondangan memang diartikan menyumbang, namun pada kenyataannya kita yang datang pada acara pernikahan hanya dinilai dari berapa nominal yang kita berikan kepada pihak mempelai,[2] yang jarang sekali mempertimbangkan bagaimana undangan memberikan waktu untuk datang, resiko diperjalanan, dan tentu saja keikhlasan hati untuk meninggalkan aktifitas rutin, demi datang untuk ikut mendoakan mempelai.

Perpeloncoan Mempelai Pengantin

Paradoks yang terahir adalah ajang perpeloncoan mempelai. Pada acara resepsi pernikahan, pihak mempelai akan menyewa jasa WO untuk mengisi acara, dan membuat rundown acara. Acara yang telah disusun tersebut bukanlah acara hibura yang disajikan kepada para tamu dan mempelai yang sedang diresepsi, justru acara terebut adalah kegiatan perpeloncoan pengantin, mirip dengan perpeloncoan mahasiswa baru pada saat pertama kali masuk kuliah.
Tidak semua tempat dimana resepsi dilakukan bisa kita kategorikan sebagai perpeloncoan, karena mereka betul-betul memiliki adat dan budaya semacam itu. Namun dibeberapa tempat lainnya, resepsi pernikahan lebih mirip dengan kegiatan perpeloncoan, dengan pengantin sebagai obyek. Karena masyarakat sekitar, ataupun kedua pelah pihak mempelai sesungguhnya tidak memiliki adat kebiasaan sama sekali terkait dengan ritual dalam resepsi, seperti menendang wadah yang berisi beras, mencuci kaki pasangan, menyuapi makanan, dan lain-lain, yang kesemua hal tersebut dipertontonkan kepada tamu yang datang.

Hal-hal tersebut di atas adalah merupakan contoh dari paradoks prosesi resepsi pernikahan, yang selama ini telah dianggap sebagai suatu kewajaran, namun sebenarnya memiliki banyak pertentangan. Oleh karena itu, setidaknya ada alternatif yang dapat kita pilih dalam menggelar resepsi pernikahan, seperti streaming saat akad nikah untuk menghemat biayah resepsi, menggelar akad di KUA dengan biayah geratis, menggelar syukuan kecil-kecilan, dan lain-lain.







[1] Sesuatu yang diakui kebenarannya, namun didalamnya terdapat hal yang berlawanan dengan kebenaran tersebut
[2] Hal ini terjadi dibeberapa tempat diwilayah Jawa Timur 

No comments for "Paradoks Perpeloncoan Mempelai Pengantin"