Banjir Lembaga Bimbel, Tanda Gagalnya Sistem Pendidikan?
Apakah Banjir Lembaga Bimbel, Tanda Gagalnya Sistem Pendidikan?. “Ilmu Tidak Hanya Di Bangku Sekolah”, kalimat ini sudah sangat terkenal di kalangan masyarakat yang tidak hanya sebagai tagline semata, karena sudah menjadi sebuah kesadaran bagi masyarakat. sekolah dianggap sebagai lembaga formal semata, selebihnya belajar dapat dilakukan dimanapun kapanpun dan oleh siapapun tidak terbatas pada ruang sekolah, lingkungan masyarakat, dunia maya maupun nyata, dan berbagai tempat dan kondisi.
Sekolah kehidupan/universitas kehidupan menjadi istilah paling tepat yang digunakan masyarakat untuk menamai proses pencarian suatu pengetahuan. Di sekolah kehidupan makna guru menjadi sangat meluas tidak terbatas pada formalisme guru sekolah dengan berbagai gelar yang melekat padanya. Guru menjadi sesuatu yang sangat luas, seluas seseorang dapat mengakses suatu pengetahuan dan informasi. Seorang individu dapat mendapatkan pengetahuan dari manapun tidak terbatas pada dunia nyata, bahkan ada istilah yang sangat popular di dalam masyarakat yang menyebut aplikasi atau penyedia informasi daring sebagai ahli, karena menyediakan banyak informasi terkait apapun, lebih lanjut mereka menyebutnya sebagai “mbah google”.
Google dianggap sebagai suatu ruang yang menyediakan banyak informasi yang berguna bagi seseorang yang ingin mendapatkan pengetahuan melalui media daring (Online), yang secara geratis dapat diakses oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun. Dengan situasi tersebut banyak pihak menganggap sinis terhadap sekolah, dan apapun yang disampaikan oleh seorang guru sebagai sesuatu yang “kurang informatif”.
Baca Juga: Membentuk Karakter Cinta Tanah Air di Sekolah
Walaupun demikian, sekolah masih menjadi tempat paling diminati untuk belajar bagi masyarakat, karena di sekolah selain mendapatkan ilmu, pengetahuan serta teman, anak juga mendapatkan sesuatu yang tidak diperoleh di tempat lain, seperti Ijazah. Hal ini danggap penting karena untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya seorang anak harus memiliki ijazah.
Belakangan muncul ide untuk menjadikan sekolah sebagai “satu-satunya” tempat untuk melakukan proses untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan. Sekolah dikondisikan sebagai tempat yang tepat untuk melakukan proses pendidikan selama sehari, konsep fullday school mulai dipopularkan dan diperkenalkan kepada masyarakat, proses pembelajaran di tempat ini dilakukan selama setidaknya delapan jam. Mulai pagi sampai sore hari, hal ini oleh beberapa pihak dianggap terlalu banyak menyita banyak waktu anak sehingga tidak dapat, atau kurang bersosialisasi dengan lingkungan.
Baca Juga: Cara Mendisiplinkan Siswa Tanpa Tekanan
Ide fullday school pun diamini oleh banyak lembaga yang juga menginginkan pendidikan dilakukan lebih panjang dari waktu yang diestimasi oleh kementerian, mereka mengembangkan konsep sekolah berasrama (boarding school). Namun demikian, sekolah dengan asrama masih dianggap sebagai sesuatu yang mahal bagi masyarakat, dan tidak banyak masyarakat yang dapat mengakses tempat elit tersebut.
Dengan indikator tersebut seharusnya ujian di sekolah dilakukan dengan lisan, atau ujian sistem uraian yang memungkinkan siswa lebih banyak dapat menjelaskan tentang suatu konsep dan materi yang telah diterimanya, namun kenyataannya ujian di sekolah lebih banyak soal pilihan ganda dari pada soal uraian, hal ini setidaknya menjadi kritik banyak pihak kepada dunia pendidikan dewasa ini.
Sepintas yang terbersit dipikiran kita, bahwa semakin lama anak melakukan proses pendidikan disekolah maka anak akan memiliki kemampuan penguasaan materi yang lebih besar. Namun demikian lamanya anak belajar di sekolah baik yang berkonsep boarding school maupun fullday school dianggap masih kurang, karena mereka hanya diberikan materi-materi dangkal yang tidak melayani kebutuhan “model belajar siswa”, hal ini menjadi justifikasi dibentuknya banyak lembaga-lembaga bimbingan belajar.
Lembaga/instansi sekolah yang diaggap sebagai tempat paling tepat untuk belajar oleh kebanyakan masyarakat, ternyata dianggap masih kurang memenuhi ekspektasi banyak siswa dan wali murid, apa lagi menjelang Ujian Nasional (UN), hal ini dibuktikan dengan banyaknya siswa yang mengikuti bimbingan belajar diluar jam sekolah, yang biasanya mengulang kembali materi yang sebenarnya telah disampaikan di sekolah.
Besarnya minat masyarakat untuk mengikuti bimbingan belajar tersebut dapat kita lihat dari menjamurnya lembaga-lembaga bimbingan belajar sampai di kota-kota kecil, bahkan sampai ditingkat kecamatan/pedesaan. Di lembaga-lembaga tersebut kebanyakan mereka diajarkan cara taktis dalam menjawab soal-soal ujian, oleh sebab itu mereka belajar tentang selain materi dan konsep, bentuk dan jenis soal menjadi pelajaran pokok dalam lembaga bimbingan belajar tersebut.
Baca Juga: Mengembalikan Citra dan Martabat Guru
Membanjirnya lembaga bimbingan belajar tambahan diluar jam sekolah menunjukkan betapa lembaga pendidikan telah terdegradasi oleh lembaga-lembaga bimbingan belajar, sehingga masyarakat lebih mempercayakan pendidikan putra-putrinya kepada lembaga-lembaga tersebut dari pada ke sekolah yang memiliki fungsi untuk mengeluarkan ijazah sebagai tanda kelulusan. Jika beberapa pihak menganggap anak yang mengikuti bimbingan belajar di luar jam sekolah sebagai anak yang membutuhkan waktu lebih banyak dalam mempelajari materi pelajaran, ternyata tidak begitu kenyatannya. Mereka yang mengikuti bimbingan belajar biasanya memiliki nilai yang lebih baik dari teman sekelas yang tidak mengikuti tambahan bimbingan belajar di luar jam sekolah.
Sampai di sini, apakah membanjirnya lembaga bimbingan belajar menjadi tanda gagalnya sistem pendidikan? bagaimana menurut anda?
Sekolah kehidupan/universitas kehidupan menjadi istilah paling tepat yang digunakan masyarakat untuk menamai proses pencarian suatu pengetahuan. Di sekolah kehidupan makna guru menjadi sangat meluas tidak terbatas pada formalisme guru sekolah dengan berbagai gelar yang melekat padanya. Guru menjadi sesuatu yang sangat luas, seluas seseorang dapat mengakses suatu pengetahuan dan informasi. Seorang individu dapat mendapatkan pengetahuan dari manapun tidak terbatas pada dunia nyata, bahkan ada istilah yang sangat popular di dalam masyarakat yang menyebut aplikasi atau penyedia informasi daring sebagai ahli, karena menyediakan banyak informasi terkait apapun, lebih lanjut mereka menyebutnya sebagai “mbah google”.
Google dianggap sebagai suatu ruang yang menyediakan banyak informasi yang berguna bagi seseorang yang ingin mendapatkan pengetahuan melalui media daring (Online), yang secara geratis dapat diakses oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun. Dengan situasi tersebut banyak pihak menganggap sinis terhadap sekolah, dan apapun yang disampaikan oleh seorang guru sebagai sesuatu yang “kurang informatif”.
Baca Juga: Membentuk Karakter Cinta Tanah Air di Sekolah
Sumber Gambar: pixabay.com |
Belakangan muncul ide untuk menjadikan sekolah sebagai “satu-satunya” tempat untuk melakukan proses untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan. Sekolah dikondisikan sebagai tempat yang tepat untuk melakukan proses pendidikan selama sehari, konsep fullday school mulai dipopularkan dan diperkenalkan kepada masyarakat, proses pembelajaran di tempat ini dilakukan selama setidaknya delapan jam. Mulai pagi sampai sore hari, hal ini oleh beberapa pihak dianggap terlalu banyak menyita banyak waktu anak sehingga tidak dapat, atau kurang bersosialisasi dengan lingkungan.
Baca Juga: Cara Mendisiplinkan Siswa Tanpa Tekanan
Ide fullday school pun diamini oleh banyak lembaga yang juga menginginkan pendidikan dilakukan lebih panjang dari waktu yang diestimasi oleh kementerian, mereka mengembangkan konsep sekolah berasrama (boarding school). Namun demikian, sekolah dengan asrama masih dianggap sebagai sesuatu yang mahal bagi masyarakat, dan tidak banyak masyarakat yang dapat mengakses tempat elit tersebut.
Menjamurnya Lembaga Bimbel, Tanda Gagalnya Sistem Pendidikan?
Salah satu indikator tercapainya suatu tujuan pendidikan adalah kemampuan anak dalam menguasai konsep dan materi pembelajaran di sekolah. Mata pelajaran dengan basis ilmu sosial misalnya, memiliki indikator yang biasanya disampaikan diawal dengan kalimat kurang lebih seperti “siswa mampu menjelaskan…” dan sebagainya , oleh sebab itu ujian mutlak diperlukan untuk mengetahui sampai dimana anak menguasai konsep serta materi yang telah disampaikan oleh guru mata pelajaran.Dengan indikator tersebut seharusnya ujian di sekolah dilakukan dengan lisan, atau ujian sistem uraian yang memungkinkan siswa lebih banyak dapat menjelaskan tentang suatu konsep dan materi yang telah diterimanya, namun kenyataannya ujian di sekolah lebih banyak soal pilihan ganda dari pada soal uraian, hal ini setidaknya menjadi kritik banyak pihak kepada dunia pendidikan dewasa ini.
Sepintas yang terbersit dipikiran kita, bahwa semakin lama anak melakukan proses pendidikan disekolah maka anak akan memiliki kemampuan penguasaan materi yang lebih besar. Namun demikian lamanya anak belajar di sekolah baik yang berkonsep boarding school maupun fullday school dianggap masih kurang, karena mereka hanya diberikan materi-materi dangkal yang tidak melayani kebutuhan “model belajar siswa”, hal ini menjadi justifikasi dibentuknya banyak lembaga-lembaga bimbingan belajar.
Lembaga/instansi sekolah yang diaggap sebagai tempat paling tepat untuk belajar oleh kebanyakan masyarakat, ternyata dianggap masih kurang memenuhi ekspektasi banyak siswa dan wali murid, apa lagi menjelang Ujian Nasional (UN), hal ini dibuktikan dengan banyaknya siswa yang mengikuti bimbingan belajar diluar jam sekolah, yang biasanya mengulang kembali materi yang sebenarnya telah disampaikan di sekolah.
Besarnya minat masyarakat untuk mengikuti bimbingan belajar tersebut dapat kita lihat dari menjamurnya lembaga-lembaga bimbingan belajar sampai di kota-kota kecil, bahkan sampai ditingkat kecamatan/pedesaan. Di lembaga-lembaga tersebut kebanyakan mereka diajarkan cara taktis dalam menjawab soal-soal ujian, oleh sebab itu mereka belajar tentang selain materi dan konsep, bentuk dan jenis soal menjadi pelajaran pokok dalam lembaga bimbingan belajar tersebut.
Baca Juga: Mengembalikan Citra dan Martabat Guru
Membanjirnya lembaga bimbingan belajar tambahan diluar jam sekolah menunjukkan betapa lembaga pendidikan telah terdegradasi oleh lembaga-lembaga bimbingan belajar, sehingga masyarakat lebih mempercayakan pendidikan putra-putrinya kepada lembaga-lembaga tersebut dari pada ke sekolah yang memiliki fungsi untuk mengeluarkan ijazah sebagai tanda kelulusan. Jika beberapa pihak menganggap anak yang mengikuti bimbingan belajar di luar jam sekolah sebagai anak yang membutuhkan waktu lebih banyak dalam mempelajari materi pelajaran, ternyata tidak begitu kenyatannya. Mereka yang mengikuti bimbingan belajar biasanya memiliki nilai yang lebih baik dari teman sekelas yang tidak mengikuti tambahan bimbingan belajar di luar jam sekolah.
Sampai di sini, apakah membanjirnya lembaga bimbingan belajar menjadi tanda gagalnya sistem pendidikan? bagaimana menurut anda?
No comments for "Banjir Lembaga Bimbel, Tanda Gagalnya Sistem Pendidikan?"
Post a Comment
Berikan Komentarmu di Sini, Untuk Beropini, Bertukar Ide dan atau Sekedar Sharing..