Meneguk Pil Pahit Demokrasi
Meneguk Pil Pahit Demokrasi. Narasi demokrasi menguat di indonesia seiring dengan akan diselenggarakannya pemilihan umum PILPRES dan PILEG secara serentak april mendatang. Hal ini menjadi angin segar bagi kita semua mengingat isu demokrasi sempat menjadi perbincangan yang kurang hangat ditengah-tengah masyarakat. Namun demikian, apakah menguatnya perbincangan isu demokrasi di indonesia ahir-ahir ini benar-benar subtansial, atau hanya menjadi onan! Politik yang menjadi pil pahit yang harus kita teguk bersama?
Akibat atau potensi permasalahan yang timbul akibat demokrasi yang dijalankan dengan setengah hati adalah munculnya praktek money politic (poitik uang), politik identitas, dan Golput.
Politik uang (money politic) menjadi cara yang ampuh bagi para calon kontestan politik, karena dengan biaya yang digelontorkan hampir pasti para kontestan dapat membeli suara dari para pemilih, dan parahnya, walaupun praktek politik uang merajalela dimana-mana, namun perilaku politik ini masih sulit untuk diberantas sampai ke liang akar permasalahannya karena sulit untuk dibuktikan, oleh sebab itu diperlukan operasi tangkap tangan yang sebesar-besarnya untuk melawan hal tersebut. Dan selanjutnya lembaga dengan integritas yang kuat diperlukan untuk mengatasi hal tersebut.
Oleh sebab itu, untuk menangkis perilaku laten politik uang, tidak hanya diperlukan upaya pencegahan dan penegakan dari negara, namun juga yang lebih penting adalah adanya kesadaran para pemilih untuk memberantas perilaku tersebut.
Namun sayangnya, semakin kesini kita melihat adanya ketidak percayaan para pemilih kepada pejabat politik yang telah mereka pilih berkali-kali namun tidak memberikan perubahan, sehingga membuat masyarakat (pemilih) berperilaku prakmatis, dengan memilih orang yang sanggup memberikan uang tunai/barang yang langsung dapat mereka rasakan manfaatnya, walaupun Cuma senilai satu kaos calon, atau kalender, dan semaccamnya.
Selain itu, terdegradasinya kepercayaan publik pada para pemimpin yang berlarut-larut membuat masyarakat jenuh dan tidak percaya lagi dengan kontestasi yang diselenggarakan oleh negara, dan selanjutnya mereka memilih untuk tidak berartisipasi dalam politik (GOLPUT), yang sebenarnya sangat berbahaya bagi keberlangsungan proses demokrasi ini.
Politik identitas menjadi persoalan serius bagi indonesia, pasalnya indonesia memiliki budaya literasi yang tergolong rendah, yang membuat masyarakat mudah tersulut ise-isu yang dimainkan oleh para oknum yang ingin mencari keuntungan dari hal tersebut.
Pada kontestasi politik yang kita lakukan hari ini, kita merasakan betapa gesekan identitas politik begitu terasa, persoalan agama menjadi isu utama yang selalu menjadi wacana antara kelompok yang mengaku moderat terhadap kelompok yang diklaim fundamental, dan sebaliknya antara kelompok yang mengaku “paling islam” kepada kelompok yang “kurang islam”. selain isu tersebut, persoalan PKI dan syi’ah, dan antar agama menjadi isu yang paling sering dimainkan.
Menjadi pemilih yang rasional adalah hal yang tidak dapat kita tawar ditengah gaduh politik akhir-akhir ini. Hal ini dapat kita realisasikan dengan pendidikan politik yang merata, serta peningkatan taraf literasi pada masyarakat.
Selain upaya preventif tersebut, adanya niat negara dalam memberantas bias demokrasi yang mengarah kepada hal-hal negatif tersebut di atas sangat diperlukan, seperti membangun sistem peradilan yang adil dan tegas, dengan sanksi yang berat, serta perangkat penegak hukum yang memiliki integritas praktis perlu dilakukan, jika tidak maka demokrasi hanya akan menjadi pil pahit yang harus kita teguk.
Pil Pahit Demokrasi
Walaupun menjadi cara yang paling baik dalam menyelenggarakan sirkulasi kekuasaan, sehingga tidak terjadi konflik berlebihan yang terjadi akibat perebutan kekuasaan antar warga negara, demokrasi menyisakan banyak potensi masalah yang menjadi pekerjaan rumah utamanya bagi negara berkembang yang kedewasaan dalam berdemokrasinya masih pada taraf “belia”.Akibat atau potensi permasalahan yang timbul akibat demokrasi yang dijalankan dengan setengah hati adalah munculnya praktek money politic (poitik uang), politik identitas, dan Golput.
Politik Uang
Praktek poitik uang sudah bukan menjadi hal yang baru bagi kita, setiap diselenggarakan hajatan pemilu baik mulai dari pemilihan kepala desa, calon legislatif, sampai pada pemilihan presiden, politik uang menjadi hal yang selalu ada, bahkan menjadi semacam “agenda pasti pemilu”.Meneguk Pil Pahit Demokrasi |
Krisis Pemilih Rasional
Sebagaimana ungkapan bang napi yang sudah sangat terkenal, “kejahatan bukan hanya karena ada niat pelaku, tapi juga karena ada kesempatan” potensi maney politic yang dilakukan oleh para kontestan bukannya hanya karena ada niat pelaku, namun juga karenamelihat adanya potensi/kesempatan untuk melakukan hal tersebut.Baca Juga: Membangun Kehidupan yang Demokratis di Indonesia
Oleh sebab itu, untuk menangkis perilaku laten politik uang, tidak hanya diperlukan upaya pencegahan dan penegakan dari negara, namun juga yang lebih penting adalah adanya kesadaran para pemilih untuk memberantas perilaku tersebut.
Namun sayangnya, semakin kesini kita melihat adanya ketidak percayaan para pemilih kepada pejabat politik yang telah mereka pilih berkali-kali namun tidak memberikan perubahan, sehingga membuat masyarakat (pemilih) berperilaku prakmatis, dengan memilih orang yang sanggup memberikan uang tunai/barang yang langsung dapat mereka rasakan manfaatnya, walaupun Cuma senilai satu kaos calon, atau kalender, dan semaccamnya.
Selain itu, terdegradasinya kepercayaan publik pada para pemimpin yang berlarut-larut membuat masyarakat jenuh dan tidak percaya lagi dengan kontestasi yang diselenggarakan oleh negara, dan selanjutnya mereka memilih untuk tidak berartisipasi dalam politik (GOLPUT), yang sebenarnya sangat berbahaya bagi keberlangsungan proses demokrasi ini.
Politik Identitas
Selain masalah-masalah demokrasi yang telah diuraikan di atas, setidaknya permasalahan demokrasi yang sedang kita hadapi saat ini adalah persoalan politik identitas yang berpotensi untuk memecah-belah kesatuan dan kerukunan berwarga negara.Politik identitas menjadi persoalan serius bagi indonesia, pasalnya indonesia memiliki budaya literasi yang tergolong rendah, yang membuat masyarakat mudah tersulut ise-isu yang dimainkan oleh para oknum yang ingin mencari keuntungan dari hal tersebut.
Baca Juga: Membentuk Karakter Cinta Tanah Air di Sekolah
Pada kontestasi politik yang kita lakukan hari ini, kita merasakan betapa gesekan identitas politik begitu terasa, persoalan agama menjadi isu utama yang selalu menjadi wacana antara kelompok yang mengaku moderat terhadap kelompok yang diklaim fundamental, dan sebaliknya antara kelompok yang mengaku “paling islam” kepada kelompok yang “kurang islam”. selain isu tersebut, persoalan PKI dan syi’ah, dan antar agama menjadi isu yang paling sering dimainkan.
Peran Media Sosial
Salah satu kanal yang paling berpengaruh terhadap pemainan isu politik identitas adalah kanal media sosial, seperti whatsapp, facebook, instagram, dan kanal berbagi video youtube. Media-media tersebut menjadi media yang paling ramai dengan isu politik identitas.Meneguk Pil Pahit Demokrasi
Penyelenggaraan demokrasi yang kian proporsional terbuka dewasa ini membuat kita memiliki banyak refrensi untuk memilih calon pemimpin, setiap pribadi calon dapat kita telisik dari berbagai media, baik media resmi maupun media pendukung yang dapat dipercaya. Namun sayangnya tingkat literasi yang rendah membuat masyarakat pada umumnya kurang memperdulikan hal tersebut, sehingga mudah untuk diadu dalam wacana politik yang tidak subtansial. Selain itu, persoalan politik uang juga menjadi pokok permasalahan demokrasi kita dewasa ini.Baca Juga: Islam dan Demokrasi
Menjadi pemilih yang rasional adalah hal yang tidak dapat kita tawar ditengah gaduh politik akhir-akhir ini. Hal ini dapat kita realisasikan dengan pendidikan politik yang merata, serta peningkatan taraf literasi pada masyarakat.
Selain upaya preventif tersebut, adanya niat negara dalam memberantas bias demokrasi yang mengarah kepada hal-hal negatif tersebut di atas sangat diperlukan, seperti membangun sistem peradilan yang adil dan tegas, dengan sanksi yang berat, serta perangkat penegak hukum yang memiliki integritas praktis perlu dilakukan, jika tidak maka demokrasi hanya akan menjadi pil pahit yang harus kita teguk.
No comments for "Meneguk Pil Pahit Demokrasi"
Post a Comment
Berikan Komentarmu di Sini, Untuk Beropini, Bertukar Ide dan atau Sekedar Sharing..